TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, menjelaskan, Mahkamah Agung tak bisa langsung melengserkan Aceng Fikri dari kursi bupati Garut dengan alasan pernikahan siri.
MA hanya bisa memberikan pertimbangan yuridis bahwa tindakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Garut sudah berdasarkan hukum, dan Aceng bisa dilengserkan. "Pertimbangan majelis mengapa mengabulkan permohonan, karena posisi termohon dalam jabatan sebagai bupati Garut tidak dapat dipisahkan atau didikotomikan pribadi dan jabatannya," kata Ridwan, di Mahkamah Agung, Rabu, 23 Januari 2013. "Sebab dalam perkawinan, jabatan tersebut tetap melekat pada pribadi yang bersangkutan."
Oleh karenanya, Majelis menganggap perilaku pejabat tetap harus dijaga sesuai sumpah jabatan yang telah diucapkan. Di dalam sumpah jabatannya, ada kewajiban Aceng sebagai kepala daerah untuk menjalankan peraturan perundang-undangan selurus-lurusnya. Dengan tidak mencatatkan pernikahannya ke Kantor Urusan Agama atau nikah siri, Aceng tidak menjalankan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. "Itu kira-kira pertimbangan inti dari sekian banyak pertimbangan," kata dia.
Sebagai konsekuensi putusan, pemohon DPRD Kabupaten Garut bisa melengserkan Aceng dari posisi bupati Garut. "Iya (Aceng harus lengser)," kata Ridwan. (Video: Laporan Aceng ke Polisi)
Ia menjelaskan putusan ini bukan putusan pertama MA terkait dengan pemakzulan seorang pejabat dari jabatannya. "Tetapi ini yang pertama, yang disebabkan kasus perkawinan," Ridwan menambahkan.
Perkawinan siri Aceng Fikri dengan Fanny Octora berlangsung pada 14 Juli 2012. Namun, empat hari setelah menikah, Aceng menceraikan Fanny Octora, melalui SMS alias pesan pendek. Aceng kemudian dilengserkan DPRD Garut. Namun, Aceng melakukan perlawanan melalui Mahkamah Agung.
ARYANI KRISTANTI