TEMPO.CO, Jakarta-Putusan kasasi Mahkamah Agung atas kasus Khoe Seng Seng dinilai janggal. Keputusan majlis hakim kasasi yang mendenda tunai Seng Seng senilai Rp 1 milyar karena menulis surat pembaca untuk menyampaikan keluhannya menimbulkan banyak pertanyaan.
"Bisa jadi ada mekanisme internal Mahkamah Agung yang tidak berjalan dengan baik," ujar peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Choky Risda Ramadhan saat dihubungi oleh Tempo, Selasa, 22 Januari 2013. Menurut dia, kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat seperti kasus Seng Seng wajib dibahas dalam rapat perkara MA.
"Apalagi Seng Seng sebagai pemilik bangunan tiba-tiba dikriminalkan dalam kasus ini,” kata Choky. Dia mempertanyakan penyaringan internal yang dilakukan MA. “Putusan ini harusnya tidak menyimpang dari yurisprudensi kasus serupa.” Dia merujuk pada kasus Winny, kawan Khoe Seng Seng yang juga menulis surat pembaca namun gugatan kasasinya ditolak.
Choky juga menyoroti kinerja Hakim Imron Anwari yang menjadi ketua majlis hakim kasasi. “Putusan hakim Imron cukup sering disorot publik, terutama terkait kasus Hillary Khimezie.” Gembong narkoba asal Nigeria itu batal dihukum mati oleh Hakim Imron. Dia mendiskon hukuman Hillary menjadi 12 tahun penjara.
Kasus Seng Seng bermula dari tulisannnya di Koran Suara Pembaruan dan Kompas pada tahun 2006. Surat pembaca di dua media massa tersebut berisi keluhan status tanah yang dibelinya berupa Ruko di ITC Mangga Dua Jakarta Utara yang disebut sebagai hak guna bangunan (HGB) ternyata hanya diakui hak pengelolaan lahan (HPL) oleh Pemda DKI Jakarta.
Surat pembaca berjudul “Duta Pertiwi Bohong” yang dimuat Kompas pada tanggal 26 September 2006 dan “Jeritan Pemilik Kios ITC Mangga Dua” yang dimuat Suara Pembaruan pada 21 November 2006 itu dituding sebagai pencemaran nama baik oleh pihak pengembang PT. Duta Pertiwi (Sinar Mas Group). “Pihak pengembang melaporkan Seng Seng dengan sejumlah rekannya yang juga menulis surat pembaca atas tuduhan pencemaran nama baik ke Mabes Polri,” kata Nawawi.
Duta Pertiwi menggugat Seng Seng secara pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan juga perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dalam dua gugatan tersebut Seng Seng dinyatakan bersalah, dan dihukum enam bulan dengan percobaan satu tahun di PN Jakarta Timur serta didenda Rp 1 milyar dalam gugatan perdata.
Tak puas, Seng Seng yang diwakili oleh LBH Pers mengajukan banding, dan dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun Duta Pertiwi kembali kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang berujung pada putusan denda senilai Rp 1 milyar secara tunai untuk Seng Seng. Melalui kuasa hukumnya, Seng Seng berencana untuk mengajukan peninjauan kembali atas kasus ini.
SUBKHAN