TEMPO.CO, Ternate - Badan Pengawas Pemilu Provinsi Maluku Utara mengidentifikasi setidaknya ada tujuh wilayah yang berpotensi terjadi konflik saat pemilihan Gubernur Maluku Utara. Wilayah itu tersebar umumnya merupakan wilayah yang jauh dari aktivitas kota.
Sultan Alwan, Ketua Bawaslu Maluku Utara, mengatakan, tujuh wilayah itu adalah Halmahera Barat, Halmahera Timur, Kepulauan Sula, Halmahera Selatan, Morotai dan Halmahera Utara, serta Halmahera Tengah. Umumnya, konflik yang terjadi adalah konflik yang berhubungan dengan masalah kecurangan pemilu, seperti masalah daftar pemilih tetap (DPT) hingga penetapan pemenang pemilu.
"Dengan demikian, pilgub Maluku Utara rawan akan konflik,"kata Sultan kepada Tempo, Selasa, 22 Januari 2013.
Sultan menilai konflik yang terjadi dalam pemilihan gubernur bahkan bisa mengarah pada konflik fisik antarpendukung calon. Oleh karena itu, Bawaslu berencana memperketat pengawasan di semua tahapan. "Kami juga tidak segan-segan melaporkan pelanggaran pemilu oleh pihak penyelenggara hingga aparat hukum. Karena itu, kami berharap masyarakat bisa ikut berpartisipasi mengawasi proses pilgub ini," ujar Sultan.
Meski begitu, dosen Universitas Khairun Ternate ini menuturkan, secara umum, Bawaslu belum menemukan bentuk kecurangan pemilu yang bisa berakibat pada terjadinya konflik fisik antarpendukung calon. Namun potensi itu tetap diyakini ada.
Sedangkan Yahya Mahmud, Direktur LBH Maluku Utara, mengatakan, potensi konflik pada pemilihan Gubernur Maluku Utara biasanya diakibatkan penyelenggara yang bersikap tidak independen. Karena itu, pengawasan terhadap penyelenggara pemilu harus dilakukan secara ketat. "Tapi memang tidak semua petugas penyelenggara buruk. Namun merekalah yang harus diawasi secara ketat," kata Yahya.
BUDHY NURGIANTO