TEMPO.CO, Banyuwangi - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur melepas seekor elang Jawa (Spizatus bartelsi) di cagar alam Gunung Ijen, Kabupaten Banyuwangi, Selasa pagi, 15 Januari 2013.
Elang betina yang diberi nama Sylvia itu merupakan hasil sitaan BKSDA di Sidoarjo pada September 2012 lalu. "Semoga bisa berkembang biak dan menambah populasi elang Jawa," kata Kepala Balai Besar KSDA Jawa Timur, Lutvie Achmad.
Menurut Lutvie, cagar alam Gunung Ijen dipilih karena habitat elang Jawa harus berada di pegunungan dengan karakter pepohonan tinggi. Gunung Ijen punya 73 spesies burung yang bisa menjadi makanan elang. Selain itu, kata dia, masyarakat sekitar kawasan punya komitmen tinggi untuk melestarikan satwa dilindungi.
Elang Jawa, kata Lutvie, merupakan salah satu satwa yang dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati. Elang Jawa tersebut dikategorikan ke dalam satwa terancam punah karena maraknya perburuan dan perdagangan.
Dalam penangkapan BKSDA di Larangan, Sidoarjo, Jawa Timur, 28 September 2012 lalu, elang Jawa tersebut akan diperdagangkan. BKSDA telah menetapkan seorang tersangka atas kasus itu. "Sebentar lagi berkasnya akan kita limpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur," kata dia.
Ketua Raptor Indonesia, Zaini Rakhman, mengatakan, kondisi elang Jawa memprihatinkan karena populasinya terus menurun. Setiap tahun, kata dia, 22 pasang elang Jawa hilang. "Negara dirugikan Rp 96 juta per satu ekor elang yang diambil dari alam," kata dia.
Raptor Indonesia mencatat, pada 2004, populasi elang Jawa sebanyak 425 pasang. Namun, pada 2010, populasinya tersisa 325 pasang. Padahal, kata Zaini, populasi ideal elang Jawa di Pulau Jawa sebanyak 1.000 pasang.
Menurunnya populasi elang Jawa, menurut Zaini, 53 persen disebabkan karena perdagangan. Sedangkan 47 persen karena faktor kerusakan habitat.
IKA NINGTYAS