TEMPO.CO, Jember - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Arif Wibowo, menyatakan tidak setuju perangkat desa diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Ia beralasan, jika perangkat desa menjadi PNS, akan terjadi birokratisasi desa sekaligus membebani anggaran negara dan pemerintah.
"Kalau aparat desa semua PNS, justru akan mematikan dinamika di desa. Aspek desa sebagai komunitas yang mandiri, berswadaya, dan partisipatif akan hilang," katanya seusai acara ulang tahun PDI Perjuangan di Jember, Jumat, 11 Januari 2013.
Menurut Arif, PDI Perjuangan tengah mematangkan konsep Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Desa. Konsep RUU itu diarahkan pada peningkatan pembangunan, kemandirian, dan kesejahteraan desa-desa di Indonesia, tanpa menghilangkan adat istiadat dan aspek lokalitas desa yang beragam.
"Kami usulkan masa jabatan kades minimal 10 tahun, kemudian ada alokasi dana proporsional yang besarnya 25 persen dari APBN," kata anggota Dewan dari daerah pemilihan Jember-Lumajang ini.
PDI Perjuangan, kata dia, juga mengusulkan status PNS bagi ribuan sekretaris desa yang ada saat ini harus ditinjau ulang. Sekretaris desa diusulkan mendapat honor, misalnya, dua atau tiga kali upah minimum regional yang berlaku. Honor itu, kata dia, bisa ditambah tunjangan bagi keluarga perangkat desa yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan.
Senada dengan Arif, Bupati Jember M.Z.A. Djalal mengatakan kurang setuju jika perangkat desa diangkat jadi PNS. Pasalnya, gaji mereka pasti akan dibebankan ke pemerintahan kabupaten atau provinsi, sementara anggaran terbatas.
MAHBUB DJUNAIDY