TEMPO.CO, Jakarta - Direktur The Wahid Institute Zanubah Arifah Chafsoh alias Yenny Wahid mengatakan masa depan kerukunan beragama di Indonesia akan semakin suram bila tidak ada upaya tegas dari negara dalam menindak kelompok antitoleransi. Selama ini, dia menilai, negara berperan dalam membiarkan kesewenang-wenangan kelompok mayoritas dalam menindas mayoritas.
“Ini tidak boleh dibiarkan. Kita harus memastikan tidak ada tirani mayoritas terhadap minoritas,” kata Yenny seusai menjadi pembicara dalam seminar “Kekerasan Agama dan Masa Depan Toleransi di Indonesia” di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa, 8 Januari 2013.
Yenny menunjukkan contoh intoleransi. Di antaranya, penghalangan pembangunan Gereja Kristen Indonesia Yasmin di Bogor dan serangkaian tindakan anarkis suatu kelompok yang mengatasnamakan Islam. Dia berharap aparat seperti kepolisian bertindak tegas dengan mengedepankan hukum. ”Kalau tidak, yang berlaku di negara ini hukum rimba. Siapa yang kuat, dia yang berkuasa,” kata Yenny.
Putri mendiang Gus Dur ini juga mengatakan suburnya sikap intoleransi didorong oleh tumbuhnya peraturan daerah syariah. Kelompok mayoritas lagi-lagi yang memaksakan berlakunya peraturan itu.
Yenny juga berbicara soal korupsi dan agama. Menurut dia, ada kecenderungan pejabat sibuk memperkaya diri sendiri. Sedangkan orang-orang yang mengaku beragama hanya fokus memikirkan kelompoknya sendiri. Kepentingan bersama, kata Yenny, mulai ditinggalkan.
Hamdan Zoelva, hakim konstitusi, mengatakan negara dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kebebasan beragama. Dia menggarisbawahi, kebebasan beragama tersebut tidak boleh mencederai pemeluk agama lain.
IRFAN ABDUL GANI