TEMPO.CO, Jakarta - Langkah Mahkamah Agung memutus perkara Asian Agri Group diapresiasi begitu baik. Langkah tersebut dinilai sebagai sebuah usaha yang membuat MA lebih progresif dibanding Kejaksaan dan juga Dirjen Pajak.
"Ini kado akhir tahun yang sangat menggembirakan. Ada perubahan positif dari MA," kata Koordinator Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko, ketika dihubungi Tempo, Sabtu, 29 Desember 2012.
Sebelumnya, Mahkamah Agung menghukum Asian Agri Group untuk membayar denda sebesar Rp 2,5 triliun dalam kasus penggelapan pajak dengan terdakwa mantan manajer pajak Asian Agri, Suwir Laut. Ketua majelis hakim, Djoko Sarwoko, menyatakan Suwir Laut terbukti melanggar Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang tentang Perpajakan. Untuk itu, Suwir Laut divonis 2 tahun penjara dengan masa percobaan 3 tahun.
Tak hanya menghukum Suwir, Mahkamah Agung memvonis 14 anak usaha Asian Agri Group untuk membayar dua kali jumlah nilai pajak yang diduga digelapkan. Nilai totalnya Rp 2,5 triliun. Denda tersebut harus dibayar tunai dalam waktu satu tahun. Putusan ini segera ditindaklanjuti KPK dan Direktorat Jenderal Pajak.
Suwir Laut didakwa menggelapkan pajak perusahaannya sebesar Rp 1,25 triliun selama periode 2002-2005. Terdakwa dianggap melakukan manipulasi dalam mengisi surat pemberitahuan pajak tahunan atas Asian Agri, perusahaan yang didirikan konglomerat Sukanto Tanoto. Namun, di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, dia divonis bebas.
Implikasi dari putusan tersebut, kata Danang, seharusnya menyetop ulah tarik-ulur yang kerap dilakukan Kejaksaan atau Dirjen Pajak dalam mengusut kasusnya. "Kami sering menemukan, Kejaksaan bilang penyidik Dirjen Pajak belum melimpahkan berkas, kemudian Dirjen Pajak bilang Kejaksaan selalu mengembalikan berkas yang telah dilimpahkan. Mereka terus-menerus lempar bola," ujar dia.
"Seharusnya Dirjen Pajak dan Kejaksaan bisa kerja lebih keras lagi karena MA bisa seperti itu," ujar Danang.
MUHAMAD RIZKI