TEMPO.CO, Pamekasan - Puluhan wartawan dari Kabupaten Pamekasan dan Sampang, Jawa Timur, Kamis, 20 Desember 2012, berunjuk rasa ke kantor Kementerian Agama (Kemenag) Pamekasan. Mereka menuntut Kepala Kemenag Pamekasan, Normaluddin, meminta maaf secara terbuka karena telah mengintimidasi dan mengancam membunuh wartawan serta melakukan kriminalisasi terhadap pers.
Ketua Aliansi Jurnalis Pamekasan, Ahmat Fauzi, mengatakan, kasus ancaman pembunuhan oleh Normaluddin terjadi Sabtu, 15 Desember 2012.
Normaluddin yang ditemani dua stafnya mendatangi redaksi koran Radar Madura Biro Pamekasan. Sambil menggebrak meja, Normaluddin mencari wartawan Radar Madura, Sukma Firdaus. "Normaluddin protes atas berita di Radar Madura yang dianggap menyudutkan dirinya," kata Fauzi kepada Tempo.
Normaluddin mempersoalkan berita tentang pemotongan gaji pegawai negeri sipil di lingkungan Kemenag Pamekasan sebesar Rp 200 ribu untuk kegiatan hari amal bakti yang akan dilaksanakan Januari 2013 mendatang.
Saat bertemu Sukma Firdaus, Normaluddin mengeluarkan kata-kata ancaman. Semua ancaman itu direkam diam-diam oleh Sukma melalui ponselnya. "Saya dulu preman, saya juga kiai yang kebetulan sekarang jadi Kepala Kemenag, saya sudah siapkan uang ratusan juta untuk menyingkirkan Anda," ujar Fauzi menirukan ancaman Normaluddin, yang terekam dalam ponsel Sukma.
Menurut Fauzi, tindakan Normaluddin tersebut tergolong pelecehan berat terhadap profesi wartawan. Karena itu, tiga organisasi wartawan di Pamekasan, yaitu Forum Wartawan Pamekasan, Alinasi Jurnalis Pamekasan, dan Forum Wartawan Indonesia Pamekasan, menuntut Normaluddin meminta maaf kepada wartawan. "Apakah masih pantas dengan tindakannya itu Normaluddin jadi pejabat negara?" ucap Fauzi.
Aksi unjuk rasa wartawan itu sempat diwarnai kericuhan. Penyebabnya adalah pemukulan terhadap seorang wartawan mingguan bernama Yasin hingga mengalami luka di bagian pelipis mata. "Pelaku pemukulan diduga preman suruhan Normaluddin," tutur Kiki, jurnalis televisi yang ikut berunjuk rasa.
Menurut Kiki, kasus pemukulan ini sudah dilaporkan pada polisi. Yasin pun sudah dimintai keterangan oleh penyidik dan sudah dilakukan visum. "Kita berencana melaporkan ancaman pembunuhan ini ke Kanwil Kemenag Jawa Timur," katanya.
Saat ditemui wartawan, Normaluddin menilai wartawan keliru memahami ucapannya. Menurut Normaluddin, kata-kata menyingkirkan wartawan bukan berarti ingin membunuh wartawan. Yang dimaksudkannya adalah melaporkan si wartawan kepada polisi atau kepada atasan sang wartawan. Sebab, berita wartawan tersebut mencemarkan nama baiknya. "Uang ratusan juta itu saya siapkan untuk membawa kasus ini ke jalur hukum, bukan untuk membunuh," ucapnya berkilah.
Normaluddin menegaskan, secara pribadi, dia bersedia meminta maaf kepada media. Namun, secara kelembagaan, nanti dulu. "Saya akan pasang badan paling depan karena wartawan sudah ditunggangi pihak tertentu untuk menyudutkan saya," ujarnya pula.
Menurut catatan Aliansi Jurnalis Pamekasan, intimidasi terhadap insan pers di Pamekasan tidak terlalu banyak. Fauzi mengatakan, dalam lima tahun terakhir, tercatat dua kasus ancaman pembunuhan terhadap wartawan, yaitu yang dilakukan Kepala Kemenag Normaluddin kepada Sukma Firdaus dan mantan pejabat Pamekasan kepada Nadi Mulyadi. Sukma dan Nadi adalah sama-sama wartawan koran Radar Madura.
MUSTHOFA BISRI