TEMPO.CO, Bima - Sidang kasus pembunuhan terhadap Sahlan di Pengadilan Negeri Bima, Nusa Tenggara Barat, berlangsung rusuh. Ratusan warga Tolo Uwi yang marah karena terbunuhnya Sahlan berusaha menyeret terdakwa untuk diadili secara massal.
Warga mendatangi pengadilan sejak pagi. Mereka menggunakan bus, mobil pik-up dan truk. Ketika para terdakwa yang menjadi pelaku pembunuhan terhadap Sahlan, yakni Aksan, Siti Hajar dan Alimin turun dari mobil tahanan menuju ruang sidang, massa yang sebagian tetangga dan kawan-kawan korban langsung menghakiminnya.
Wajah para terdakwa mendapat pukulan warga yang melakukan penghadangan di pintu gerbang pengadilan. Polisi kewalahan menghalau massa yang kian marah. Untuk menghindari terus berlangsungnya pemukulan, para terdakwa dilarikan dengan mobil tahanan kejaksaan untuk dibawa kembali ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Raba-Bima.
Warga sudah lebih dahulu merasa kecewa karena sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ditunda dengan alasan majelis hakim tidak lengkap. Apalagi warga telah bersusah payah membantu mendatangkan para saksi yang bermukim di Kabupaten Dompu dan di pedalaman Tolo Uwi, Kabupaten Bima. ”Kami tinggal di pedalaman. Dari mana kami dapat uang untuk mengikuti sidang kalau terus ditunda,” kata keluaraga korban, Mustamin.
Panitera Pengadilan Negeri Bima, Adnan, mengatakan penundaan sidang dilakukan karena ketua majelis hakim, Syafrudin, sedang berada di luar kota. Penundaan sidang bukan disengaja,” katanya ketika dimintai konfirmasi oleh Tempo, Rabu, 19 Desember 2012.
Aksan menghabisi nyawa Sahlan di Desa Tangga, Kecamatan Monta, Senin, 17 September 2012. Pria yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil pada Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Bima itu menuduh Sahlan menjalin kasih dengan istri sirinya, Siti Hajar. Selain menangkap Aksan, polisi juga menciduk Alimin dan Siti Hajar karena diduga ikut serta dalam pembunuhan yang dipicu rasa cemburu itu.
AKHYAR M NUR