TEMPO.CO, Semarang - Adi Nugroho, Dosen Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro, mengatakan kepemilikan media massa di Indonesia perlu diatur dalam Undang-Undang Pers yang baru. Pengaturan itu diperlukan agar meja redaksi terbebas dari campur tangan pemilik media.
“Selama ini tidak ada sanksi bagi pemilik media yang intervensi dalam ruang-ruang redaksi,” kata Adi di Semarang, Sabtu, 15 Desember 2012.
Ia mengatakan, ratusan media yang ada di Indonesia dikuasai sekitar sembilan perusahaan induk media. Penumpukan kepemilikan pada segelintir orang dikhawatirkan bisa memonopoli informasi untuk masyarakat.
Adi prihatin dengan banyaknya media yang hanya digunakan untuk kepentingan politik atau bisnis kelompoknya saja. Padahal, kata dia, media itu menggunakan frekuensi publik sehingga harus bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
Peraturan itu, kata dia, hendaknya bisa masuk dalam amandemen Undang-Undang Nomor 40 tentang Pers. “Ini harus masuk dalam amandemen agar ada sanksi jelas bagi pemilik media yang berani intervensi ke dapur redaksi,” katanya.
Menurut Adi, amandemen Undang-Undang Pers sebaiknya dilakukan usai Pemilihan Umum 2014. Ia menilai, saat ini situasi politik nasional sedang tidak kondusif untuk melakukan amandemen undang-undang itu.
Adi mengatakan, ada sejumlah konsep yang harus dimasukkan dalam amandemen undang-undang itu. Di antaranya soal penguatan Dewan Pers, pembentukan ombudsman internal dan penguatan organisasi profesi jurnalis.
Menurut Adi, amandemen perlu dilakukan karena undang-undang yang ada saat ini sudah tidak aktual lagi. Terutama soal pengaturan sosial media dan media alternatif lain yang belum diatur dalam undang-undang ini. “Sekarang zamannya konvergensi, jadi harus diatur lebih luas lagi bukan sekadar media konvensional yang ada saat ini,” katanya.
ARIS ANDRIANTO