TEMPO.CO, Kediri -Dinas Peternakan Kabupaten Kediri menerapkan standar penanganan flu burung atas matinya ribuan itik di Kecamatan Kandat. Hingga kini Dinas tersebut belum menerima hasil penyelidikan laboratorium Balai Besar Veteriner Yogyakarta yang menyelidiki kasus itu.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Apriati Dwiwin mengatakan dua pekan lalu tim Balai Besar Veteriner melakukan pengambilan contoh darah dan organ itik yang mati di Desa Tegalan. Di sini populasi itik yang mencapai 28.492 ekor adalah terbesar di Kabupaten Kediri. "Wilayah itu paling banyak kasus kematian," kata Apriati, Selasa 11 Desember 2012.
Menurut laporan yang diterima dari peternak, kasus ini terjadi sejak dua bulan terakhir. Mereka melaporkan banyaknya itik yang mati dengan gejala mata memutih dan lumpuh. Gejala klinis itu sendiri menurut Apriati sama sekali tidak mengarah kepada flu burung.
Namun demikian banyaknya kasus kematian yang terjadi membuat Dinas Peternakan menerapkan standar penanganan flu burung. Selain melakukan penyemprotan desinfektan, bangkai itik juga dibakar.
Sayangnya hingga kini Dinas Peternakan belum bisa memberlakukan penanganan khusus termasuk mengisolir itik dari luar kota menyusul belum terbitnya hasil uji laboratorium dari Balai Besar Veteriner Yogyakarta. Bahkan peringatan adanya virus flu burung dari Kementerian Peternakan hingga kini belum ada. "Saya tak bisa berbuat banyak karena belum ada hasilnya," katanya.
Saat ini jumlah populasi itik di Kabupaten Kediri sebanyak 179.622 ekor. Angka kematian itik di setiap kandang mencapai 30 persen. Kondisi ini memukul usaha itik yang banyak mengalami penurunan harga dan kualitas.
Para peternak mengeluhkan lambannya respon pemerintah mengatasi hal ini. Sebab sampai sekarang tak ada satupun petugas yang terjun ke lokasi untuk memberikan arahan penanganan kasus itu.
HARI TRI WASONO
Berita terpopuler lainnya: