TEMPO.CO, Magetan - Gabungan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kabupaten Magetan, Selasa, 27 November 2012, memprotes bebasnya empat tersangka dugaan korupsi pengadaan lahan kawasan industri rokok (KIR) tahun 2010 senilai Rp 852 juta.
Dalam putusan sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Magetan, Senin, 26 November 2012, hakim tunggal, Budi Aryono, menyatakan keempat tersangka bebas demi hukum. “Kami akan laporkan hakim tersebut ke Komisi Yudisial,” kata salah satu aktivis LSM Bangun Masyarakat Sejahtera, Joko Purnomo, saat demonstrasi di kantor Pengadilan Negeri Magetan.
Para aktivis LSM menuduh ada permainan antara pengadilan dan jajaran Pemerintah Kabupaten Magetan. ”Bapak (hakim) disuap berapa, Pak?” ujar aktivis LSM lainnya dengan nada menyindir.
Keempat pejabat Pemerintah Kabupaten Magetan yang dibebaskan tersebut adalah Asisten Bidang Pemerintahan Soewadji, Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Eko Muryanto, Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Venly Tomi Nicolas, dan Kepala Seksi Industri Pangan dan Logam Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Magetan. Keempatnya dikeluarkan dari Rumah Tahanan Kelas II B Magetan, Selasa, 27 Juli 2012, sekitar pukul 17.00.
Dalam amar putusannya, hakim Budi Aryono menilai adanya duplikasi penyidikan atau penyidikan ganda terhadap perkara tersebut. Semula ditangani Kepolisian Resor Magetan sejak Juli 2012. Polisi menyimpulkan telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan KIR di Desa Bendo, Kecamatan Bendo, tahun 2010. Dana pengadaan lahan berasal dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) dari pemerintah pusat yang diterima Pemerintah Kabupaten Magetan.
Terjadi rekayasa dalam pengadaan lahan. Beberapa ruas lahan yang sebenarnya tanah kas desa (bengkok) dibalik nama menjadi milik pribadi perorangan. Lalu, negara, atas nama pemerintah daerah setempat, berpura-pura membelinya kembali. Tim sembilan yang dipimpin Sekretaris Daerah Magetan Abdul Aziz dituduh paling bertanggung jawab atas rekayasa tersebut.
Kepolisian sudah menahan dan menetapkan tiga tersangka, yakni Camat Bendo Wiji Suharto, dan adiknya, Yudianto, serta Kepala Desa Bendo Supadi. Namun Supadi meninggal dunia.
Lalu atas kesepakatan dengan Kepolisian Resor Magetan, Kejaksaan Negeri Magetan menerbitkan surat penyelidikan tanggal 6 September 2012. Disusul dengan surat penyidikan dan penetapan empat pejabat Pemkab Magetan sebagai tersangka pada 1 Oktober 2012.
Itu sebabnya hakim Budi Aryono mengatakan penanganan perkara tersebut oleh kejaksaan melanggar kewenangan dan mekanisme penyidikan sebagaimana diatur Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan surat kesepakatan bersama antara Kejaksaan RI, Polri, dan KPK Nomor Kep-049/A/JA/03/2012, Nomor B/23/III/2012, dan Nomor SPJ-39/01/03/2012 tentang Optimalisasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Budi Aryono mengabulkan permohonan praperadilan keempat tersangka dan memerintahkan termohon (kejaksaan) menghentikan penyidikan.
Kepala Kejaksaan Negeri Magetan Herdwi Witanto Bagus mengatakan sebelum melakukan penyelidikan dan penyidikan, kejaksaan sudah melakukan koordinasi dengan kepolisian.
Dalam pasal 8 surat kesepakatan antara Kejaksaan Agung, Polri, dan KPK disebutkan bahwa, untuk menghindari duplikasi penyidikan terhadap sebuah perkara, instansi yang berwenang menindaklanjuti penyidikan adalah instansi yang lebih dulu mengeluarkan surat penyelidikan atau atas kesepakatan bersama. ”Memang yang pertama kali melakukan penyelidikan adalah kepolisian tapi ada kesepakatan dengan polres bahwa kami yang menanganinya,” ucapnya.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Magetan Iwan Winarso mengatakan akan melakukan perlawanan hukum ke Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung. Adapun kuasa hukum empat tersangka, Indra Priangkasa, mengatakan putusan hakim praperadilan sudah tepat. ”Itu artinya Polres Magetan yang lebih berhak menyidik perkara tersebut,” tuturnya.
ISHOMUDDIN