TEMPO.CO, Jakarta--Tinggal dengan bernyanyi Meirika Franola mengharap-harap kelangsungan hidupnya di Penjara Wanita Tangerang. Untuk itu, ia punya sebuah lagu favorit. Judulnya Cuma Khayalan, salah satu hit Oppie Andaresta, yang syairnya telah sedikit ia ubah menjadi, "Andai a... a... a... aku bisa hidup bebas....", Ola, begitu terpidana mati kasus narkotik ini biasa disapa, sekali lagi menyanyikannya. Tapi kali ini tak bisa dilupakannya. Soalnya, Oppie yang kenamaan itu, yang kebetulan lagi datang berkunjung untuk kampanye AIDS, ikut mendendangkan bersama dia.
Cuma khayalan. Seperti dikutip Majalah Tempo edisi 16 Februari 2003, memang nyaris seperti itu gambaran nasib Ola kini. Divonis mati pada Agustus 2000 setelah tertangkap basah menyelundupkan 6,5 kilogram heroin dan kokain, hukumannya telah dikukuhkan Mahkamah Agung. Dan jika upaya peninjauan kembalinya juga kandas, harapannya untuk mengais pengampunan dari presiden pun tampaknya telah menjadi muskil. "Sebenarnya saya ingin tetap hidup, supaya bisa mengurus Bode, anak saya yang berusia hampir tiga tahun. Namun saya sudah pasrah," katanya kepada Tempo.
Pasrahnya Ola terkait dengan sebuah pengumuman yang dilansir sebelumnya. Pada hari Rabu, dinyatakan Sekretaris Negara Bambang Kesowo bahwa Presiden Megawati telah menolak permohonan grasi enam terpidana mati. Satu di antaranya adalah Ayodhya Prasad Chaubey, warga negara India yang divonis bersalah dalam kasus narkotik. Lima lainnya adalah pelaku pembunuhan. Termasuk dalam golongan terakhir adalah para terpidana mati kasus pembunuhan brutal Letkol Marinir Purwanto sekeluarga.
Dengan penolakan itu, mereka tinggal menghitung hari untuk dihadapkan ke hadapan regu tembak. "Paling-paling tinggal mengurus masalah administrasinya," kata pelaksana harian juru bicara Kejaksaan Agung, Andi Sjarifuddin. Menurut ketentuan, 30 hari setelah keputusan grasi diterima kejaksaan, di sebuah tempat yang dirahasiakan, seorang bintara dan 12 tamtama polisi akan menembak jantung mereka.
Sebenarnya, peluang untuk melunakkan hukuman mati bukan tak ada. Menurut Direktur Pidana Departemen Kehakiman, Yusrida Tara, nyawa Ola dan lainnya bisa tertolong seandainya draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah digodok selama 20 tahun bisa segera disahkan. Soalnya, dalam Pasal 82 rancangan itu tertulis: eksekusi hukuman mati dapat ditunda dengan masa percobaan 10 tahun, bahkan bisa diubah jadi seumur hidup jika eksekusi tak kunjung dilaksanakan setelah kurun waktu 10 tahun itu.
Kini, Ola mendapatkan grasi dari Presiden SBY pada 26 September 2011 melalui Keputusan Presiden No 35 Tahun 2011. Ola mendapat keringanan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Belakangan, Ola terindikasi melakukan kejahatan sama.
HADRIANI PUDJIARTI | YANDI MR
Baca juga:
Kisah Ola 1: Jalan Berliku Gadis Cianjur
Kisah Ola 2: Terpesona Pedagang Pakaian
Kisah Ola 3: Magic dan Kedok Suami
Kisah Ola 4: Dari Kurir Jadi Drug Trafficker
Kisah Ola 5: Lurah di Cianjur pun Tergiur
Kisah Ola 6, Alex Bambang: Ola Pemain Sandiwara