TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat parlemen, Sebastian Salang, menilai bahwa membongkar intervensi di BUMN tidak cukup hanya dengan membuka tujuh nama anggota DPR terduga "pemeras". Menteri Dahlan perlu buka-bukaan soal bisnisnya dan bisnis para anggota DPR.
"Di DPR mesti begitu, yang punya bisnis dengan PLN, bisnis batu bara, gas, dibuka saja. Konflik kepentingan itu yang berbahaya, supaya bisnis aman, tidak ada kecurigaan seperti ini," ucap Sebastian dalam diskusi bertema "BUMN, Kisah Usang Sapi Perah", di Warung Daun, Jakarta, Sabtu, 10 November 2012.
Hal serupa juga perlu ditanyakan kepada Dahlan. "Pak Dahlan punya bisnis juga tidak? Kalau mau buka, buka beneran, jangan setengah-setengah," ucapnya.
Sebastian menilai langkah buka-bukaan itu penting dilakukan agar persoalannya jelas. Ia menilai ada yang tidak pas dalam timing yang dipilih Menteri Dahlan ketika menyampaikan praktek peras memeras BUMN. Persoalan lama ini diungkapkan Dahlan ketika DPR memanggilnya untuk membahas temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas ketidakhematan Rp 37,6 triliun di delapan pembangkit listrik ketika Dahlan menjabat sebagai Direktur Utama PLN.
Selain itu, DPR juga sedang menjalankan panitia kerja untuk meminta penjelasan tentang kenapa perusahaan penerbangan pelat merah, Merpati, selalu merugi meski terus mendapat suntikan penyertaan modal negara.
"Ini harus dilihat motivasi Pak Dahlan dan DPR," ujarnya. Ia menilai anatomi permainan kekuasaan perlu dibongkar agar ribut-ribut soal BUMN dan DPR ini ada manfaatnya.
Menurut Sebastian, tak perlu lagi ada bantah-membantah antara BUMN dan DPR. Soal cerita suap-menyuap, itu semua hanya bisa dibuktikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Adapun DPR, dinilai Sebastian, hanya perlu fokus membahas kerugian negara, baik di PLN maupun BUMN lainnya. "Siapa yang diuntungkan, dirugikan, pemainnya siapa, ini yang harus diungkap DPR," ujarnya.
MARTHA THERTINA