TEMPO.CO, Bandung - Front Pembela Islam menggandeng Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia mengadukan Gubernur Jawa Barat beserta seluruh anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Jawa Barat yakni Ketua DPRD, Kapolda, Pangdam III/Siliwangi, serta Kajati kepada Ombudsman. Pengaduan dilakukan terkait dengan penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 12/2011 tentang Larangan Aktivitas Bagi Jemaah Ahmadiyah.
"Laporan ini berkenaan dengan adanya insiden malam Idul Adha di (masjid Ahmadiyah) di Jalan Haji Sapari Kota Bandung," kata Ketua Umum HLKI Jawa Barat Firman Endipraja saat dihubungi Tempo, Selasa, 30 Oktober 2012.
Firman menjelaskan, insiden perusakan masjid Ahmadiyah, yang berbuntut ditahannya anggota FPI di malam takbiran menjelang perayaan Idul Adha, dianggap sebagai akibat tidak berjalannya fungsi pemantauan dan pengawasan terhadap aktivitas jemaah Ahmadiyah setelah terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 12/2011 itu. "Fungsi pemantauannya tidak jalan," ujarnya.
Padahal, pada Pasal 13 Peraturan Gubernur, tertulis Forum Komunikasi Pimpinan Daerah itu dibiayai oleh APBD untuk melakukan pemantauan dan pengawasan. "Kewenangan Ombudsman untuk menegur terkait dengan anggaran yang dikeluarkan oleh APBD, tapi tugas dan fungsinya tidak dilaksanakan," kata Firman.
Sekretaris FPI Jawa Barat Epi Arifin membenarkan, pengaduan tersebut pada hari ini, Selasa, 30 Oktober 2012. Tapi dia enggan berkomentar banyak. "Semuanya diserahkan kepada HLKI untuk menjelaskannya," ujarnya.
Kepala Kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Barat Haneda Sri Lastoto membenarkan bahwa lembaganya menerima pengaduan itu. "Prinsipnya, mereka mempersoalkan Peraturan Gubernur Nomor 12/2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah di Jawa Barat," kata dia saat dihubungi Tempo, Selasa, 30 Oktober 2012.
Menurut dia, pihaknya, masih menunggu pelapor untuk melengkapi sejumlah persyaratan formal dan materiil yang berkaitan dengan pengaduan tersebut. Laporan itu ditunggu hingga batas waktu 30 hari setelah laporan lisan itu diterima lembaganya. "Jika ternyata tidak lengkap, maka Undang-Undang memerintahkan Ombudsman menutup laporan yang pernah disampaikan dan menganggap tidak pernah ada laporan itu," kata Lastoto.
Lastoto mengatakan pelapor mengacu pada kewenangan lembaganya untuk melakukan pengawasan terhadap badan penyelenggara atau pemerintah berkaitan dengan penggunaan APBN atau APBD. Jika dinilai laporan itu tidak tepat, lembaganya akan mengembalikan lagi laporan itu, atau memberi saran atau rekomendasi untuk melaporkannya ke lembaga lain yang lebih kompeten. Firman menyatakan akan melengkapi persyaratan laporan tersebut secepatnya.
AHMAD FIKRI