TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat didesak segera mendesain penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah secara serentak. Selain untuk menghemat penyelenggaraan pemilu, pemilukada nasional juga diyakini bisa meminimalisasi konflik di tingkat masyarakat.
"Tahapannya bisa dimulai serentak di tingkatan provinsi," kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, di kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 18 Oktober 2012. Menurut Siti, pelaksanaan secara serentak di level lokal untuk memilih gubernur dan bupati/wali kota penting untuk menguji menuju pemilukada yang dirancang dilakukan bersamaan di seluruh Indonesia.
Menurut Siti, jika pemilukada langsung dilakukan secara bersamaan di seluruh provinsi di Indonesia, hal itu justru akan mengkhawatirkan. Siti tidak bisa membayangkan bagaimana instrumen hukum seperti Mahkamah Konstitusi dan Pengadilan Tata Usaha Negara bisa menyelesaikan persoalan jika terjadi kisruh pasca pemilukada. Dia menjelaskan, setelah terbukti efektivitasnya di level lokal untuk memilih gubernur atau bupati/wali kota, tahapan pemilu serentak bisa dilakukan di level nasional.
Siti meminta Dewan bisa menghasilkan peraturan tentang pemilukada yang lebih komprehensif. Dia mengkritik beberapa undang-undang tentang pemilihan kepala daerah yang selalu berubah sejak 1999 hingga saat ini. "Harus bisa membuat peraturan yang filosofis," kata dia.
Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang tentang Pemilukada, Abdul Malik Haramain, menyatakan untuk mendesain pemilukada serentak adalah dengan melihat kalender politik. Selain itu, faktor yang keserentakan yang mesti diperhatikan adalah apakah pada tingkat eksekutif dengan legislastif atau serentak pada tingkat nasional atau daerah.
RUU Pemilukada yang disampaikan pemerintah, salah satu konsep yang disetujui semua fraksi. Konsep itu adalah payung hukum pemilukada serentak selama setahun sejak masa berakhirnya kepala daerah. "Apakah dimajukan atau dimundurkan setahun," kata Malik.
Malik menyatakan, salah satu alasan pelaksanaan pemilukada serentak adalah efisiensi bagi penyelenggara pemilu serta untuk menekan anggaran yang dikeluarkan. Namun, dia tidak sepakat jika jabatan gubernur dipilih oleh anggota DPRD. Menurut dia, jika kondisi ini terjadi, maka prinsip efisiensi menjadi tidak berarti.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri mengusulkan sejumlah pemilukada yang seharusnya dijadwalkan pada 2014 dimundurkan menjadi Oktober 2013. Jika ini direalisasikan, maka setidaknya ada 43 pemilukada yang diselenggarakan serentak pada bulan tersebut. Opsi kedua adalah memundurkan pemilukada pada hingga 2015. Jika ini dilakukan, maka ada 279 pemilukada yang dilakukan serentak pada 2015.
WAYAN AGUS PURNOMO