TEMPO.CO, Jakarta - Herly Isdiharsono, bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan juga rekan Dhana Widyatmika, hari ini, Rabu, 10 Oktober 2012, menjalani sidang perdana. Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung mendakwanya menerima duit sebanyak Rp 17,8 miliar dari PT Mutiara Virgo.
Herly didakwa mengurangi kewajiban pajak Mutiara pada 2003 dan 2004 yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Palmerah. Mutiara yang semestinya membayar pajak Rp 128,67 miliar dikurangi sehingga hanya menjadi Rp 3 miliar. Hal ini membuat negara dirugikan Rp 125,66 miliar.
"Atas perbuatannya tersebut terdakwa menerima uang senilai Rp 17,8 miliar," kata jaksa Emmanuel Richendry Hot di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 10 Oktober 2012.
Uang tersebut diterima Herly dari Johnny Basuki, Direktur Mutiara. Johnny meminta Herly dan Hendro Wijaya Tirtajaya yang mengaku sebagai konsultan pajak untuk mendiskon pajak perusahannya. Atas perbuatannya tersebut, Herly didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Herly juga didakwa melakukan pencucian uang. Oleh jaksa, dia disebut membeli rumah di Rawa Mangun, Jakarta Timur, pada 2006. Rumah itu diduga merupakan duit hasil pemberian Johnny.
Jaksa menyebutkan pada 2009, Herly pernah menggadaikan rumah itu untuk mendapatkan pinjaman dari BRI sebesar Rp 2 miliar. Uang itu lalu ditempatkan di rekening atas nama PT Mitra Mobilindo, ruang pamer mobil yang dikelolanya bersama Dhana. Lalu pada 2012, dia menjual rumah itu.
Jaksa juga mengatakan Herly membelanjakan uang hasil korupsinya tersebut untuk membeli 15 truk yang ditempatkan di Mitra Mobilindo. Dia juga membeli dua unit apartemen di Mediterania Garden Residence 1 dan 2, Tanjung Duren, Jakarta Barat, atas nama dirinya.
Jaksa pun mendakwa Herly melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah tanah dan bangunan. Dia membeli tanah dan bangunan di Rawa Buaya, Jatinegara, Jakarta Timur. Kemudian di Jalan Patimura, Malang, serta di Jalan Kebon Jeruk, Kelurahan Tulusrejo, Kecamatan Lowokrawu, Malang, seluas 159 meter persegi.
Atas perbuatannya itu, Herly diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Mendengar dakwaan itu, kuasa hukum Herly menyatakan tak akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Alasannya, tuduhan yang diajukan oleh jaksa lebih melihat fakta-fakta. "Kami sepakat tidak mengajukan eksepsi karena dakwaan lebih menerangkan ke fakta-fakta sehingga nanti dilihat dari pengujian kebenarannya," kata Muhammadiantoro.
NUR ALFIYAH