TEMPO.CO, Bojonegoro - Lahan pertanian di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, setiap tahun terus tergerus oleh kepentingan proyek minyak dan gas bumi (migas). Kenyataan ini bisa mengancam produksi pertanian yang selama ini menjadi pendapatan utama daerah tersebut di luar migas.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bojonegoro, Galih Widiasta, menjelaskan selama tiga tahun terakhir luas lahan pertanian yang tergerus 841 hektare. Masing-masing tahun 2010 seluas 600 hektare, tahun 2011 seluas 210 hektare, dan Januari hingga September 2012 seluas 31 hektare. “Jumlah tersebut masih akan terus berkembang, mengingat sekarang ini pendataan masih belum selesai,” katanya kepada Tempo, di kantornya, Senin, 1 Oktober 2012.
Lahan pertanian yang digunakan untuk proyek migas maupun efek ekonomis kegiatan pertambangan migas terutama berlokasi di Kecamatan Ngasem, Kalitidu, Purwosari, Dander, dan Kecamatan Kota Bojonegoro.
Galih menjelaskan bahwa BPN berupaya melindungi lahan produktif, terutama yang dilewati jalur irigasi. Itu sebabnya dilakukan survei terlebih dahulu sebelum lahan dialihfungsikan dari pertanian untuk kepentingan lain, termasuk kepentingan industri. Selain itu, BPN berkoordinasi dengan Dinas Pertanian setempat. Sebab, rekomendasi Dinas Pertanian menjadi pegangan bagi BPN mengenai apakah lahan pertanian bisa dialihfungsikan atau tidak.
Lahan produktif untuk kegiatan pertanian sebagian besar berada di pinggir Bengawan Solo. Di antaranya di Kecamatan Kalitidu, Purwosari, Kasiman, Trucuk, Kanor, Kapas, Sumberejo. Selain itu, juga di sebagian Kecamatan Dander, Ngraho, Padangan, dan Baureno. Sedangkan lahan non-irigasi berada di Bojonegoro bagian selatan, seperti Kecamatan Ngambon, Tambakrejo, Ngasem, Sekar, Gondang, Sukosewu, Sugihwaras, dan sebagian Kecamatan Gondang.
Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro, Agus Heryatna, mengatakan lahan pertanian yang beralih menjadi kawasan migas masuk kategori lahan produktif karena dalam setahun bisa dua kali panen.
Agus mengatakan terus berkurangnya lahan produktif bisa mempengaruhi produksi beras. Sebab setiap hektare bisa menghasilkan sekitar 7 ton padi setiap kali panen. ”Karena pengurangan sampai 841 hektare berarti pengurangan produksi juga cukup banyak,” ujarnya.
Menurut Agus, Kabupaten Bojonegoro pada 2012 menargetkan produksi gabah kering panen (GKP) sebanyak 850 ribu ton. Selama Januari hingga September sudah terealisasi 825 ribu ton ini. Sisa target produksi diperkirakan dipenuhi Oktober hingga Desember.
Agus juga menjelaskan bahwa Dinas Pertanian justru berupaya terus melakukan ekstensifikasi atau perluasan lahan pertanian dari sebelumnya 103 ribu hektare menjadi 140 ribu hektare. “Kami berupaya terus meningkatkan produksi,” ucapnya.
SUJATMIKO
Berita populer:
Tokoh di Balik Penghentian Pemutaran Film G30S
Untuk Tabok PKI, Tentara Pinjam Tangan Rakyat
Tiga Pesan Soeharto Kala G30S/PKI
Pengakuan Anwar Congo, Algojo di Masa PKI 1965
Ketika Ibu Nasution Melihat Keke
Jadi Ade Irma, Keke Tumbuan Kenyang Ledekan