TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) mendesak jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan maksimal terhadap pembunuh Erik Alamsyah, 21 tahun. Erik adalah tahanan di Polsek Kota Bukittinggi yang diduga mati karena dianiaya polisi saat interogasi Maret 2012 lalu. “Tuntutan maksimal harus diberikan demi memberikan efek jera terhadap para pelaku,” kata Deputi Direktur Pembelaan HAM untuk Keadilan, Wahyu Wagiman, Senin, 24 September 2012.
Menurut Wahyu dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Bukittinggi, Sumatera Barat ini, jaksa penuntut umum yang dipimpin Ahmad Hasurungan Harahap harus menuntut enam terdakwa dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara. Keenam terdakwa merupakan anggota Polsekta Bukittinggi, tempat Erik ditahan.
Elsam juga meminta kepolisian segera mencopot keenam tersangka dari jabatannya di Polsekta Bukittinggi. Pencopotan ini untuk mencegah terjadinya kembali tindak penyiksaan sebagai kebiasaan buruk di institusi Polri. Dalam pandangan Elsam, selama ini banyak pelaku penyiksaan di tahanan hanya dihukum ringan, bahkan hanya dikenai sanksi disiplin.
Berdasarkan data yang dimiliki Elsam, terdapat sejumlah bukti yang menguatkan indikasi bahwa Erik meninggal karena disiksa. Saksi mata dalam berita acara pemeriksaan menyatakan, sebelum dibawa ke rumah sakit, bibir Erik terlihat bengkak dan kepalanya mengeluarkan darah. Kondisinya juga lemas. Seorang saksi juga melihat ada anggota polisi yang memukulinya. Akibatnya, terdapat memar-memar di bagian pelipis kiri, juga darah kering di bagian kepala Erik Alamsyah.
Di tubuh Erik juga terdapat luka yang tidak wajar. Menurut Wahyu, luka-luka itu tidak mungkin didapatkan Erik dalam kecelakaan saat penangkapan. Berdasarkan keterangan saksi dan hasil visum, banyak luka yang terdapat di tubuh Erik. Di dalam tubuh korban tidak ditemukan cairan. Bahkan Propam Polres Bukittinggi melihat memar-memar di sekujur tubuh Erik saat pengambilan foto di Rumah Sakit Ahmad Muchtar Bukittinggi.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan Propam juga terdapat sejumlah bukti di Polsekta Bukittinggi. Bukti itu berupa balok, ikat pinggang, bambu, dan sapu yang diduga sebagai alat yang digunakan para terdakwa untuk menganiaya Erik. Dalam persidangan pemeriksaan, para terdakwa pun telah mengakui bahwa masing-masing memang melakukan pemukulan, menendang, dan menyabet dengan ikat pinggang. “Majelis hakim harus bisa mengaitkannya dengan bukti yang ada, seperti saksi atau hasil visum.”
Elsam berharap, pengadilan bisa bersikap adil sehingga menjadi sarana untuk menghukum dan mencegah terulangnya tindak penyiksaan di Indonesia. Tuntutan maksimal serta vonis hakim harus benar-benar dapat menjerakan para pelaku.
Erik Alamsyah adalah tahanan Polsek Bukittinggi. Dia meninggal pada 30 Maret 2012 saat dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami penganiayaan. Erik sebelumnya dijemput oleh polisi karena diduga terlibat pencurian sepeda motor. Sore harinya, setelah menjalani pemeriksaan, Erik dilarikan ke rumah sakit. Ia meninggal dalam perjalanan dengan kondisi lebam dan luka-luka.
IRA GUSLINA SUFA
Berita Terpopuler:
''Strategi Sopir Taksi'' di Balik Kemenangan Jokowi
Jokowi Janji Bangun Stadion untuk Persija
FPI Pusat Klaim Tak Tahu Penyegelan 7-Eleven
Penyidik KPK yang Ditarik Mengaku Diteror
Ahmad Heryawan: Lain Jokowi, Lain Ahmad