TEMPO.CO, Trenggalek - Pemerintah Kabupaten Trenggalek mengajukan permintaan tambahan anggaran kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk membeli air. Sebanyak 22 desa di kabupaten itu mengalami kekeringan yang cukup parah.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek, Suprapto, mengatakan pengajuan anggaran sebesar Rp 500 juta ini dilakukan untuk mengatasi kekeringan di wilayahnya. Pemerintah daerah memastikan ada 24 desa di tujuh kecamatan mengalami krisis air, dengan 22 di antaranya dalam kondisi kritis. "Kekeringan ini terus meluas," katanya, Rabu, 12 September 2012.
Meskipun sebagian warga masih bisa mendapatkan air bersih, mereka harus menempuh perjalanan sejauh tiga kilometer atau lebih. Hal ini diakibatkan letak sumber mata air yang berada di kawasan lereng pegunungan.
Beberapa desa yang terdampak ini antara lain Desa Ngrambingan, Kecamatan Panggul; Desa Watulimo, Kecamatan Watulimo; Desa Bogoran, Kecamatan Kampak; Desa Duren, Kecamatan Tugu; serta Desa Kayen, Kecamatan Karangan.
Sejak beberapa hari terakhir, warga telah meminta bantuan air bersih kepada perangkat desa. Selain kelelahan mengambil air di lereng, ketersediaan mata air ini juga terus berkurang.
Karena itu, Pemerintah Trenggalek mengajukan anggaran kepada provinsi untuk melakukan pembelian air sebesar Rp 500 juta. Selain itu mereka, juga meminta 141 unit tandon air kapasitas dua ribu liter, 2.160 jeriken, serta biaya pipanisasi 120 ribu meter untuk 24 desa.
Hingga saat ini, pemerintah daerah telah mengirimkan 878 tangki berkapasitas 5.000 liter untuk menyuplai kebutuhan air bersih penduduk. Diperkirakan pasokan ini akan bertambah seiring meluasnya wilayah kekeringan yang ada. Bencana ini pun diperkirakan masih akan terus berlangsung hingga November nanti. "Itu laporan dari BMKG," kata Suprapto.
Di lain pihak, kekeringan yang terjadi di Tulungagung telah memaksa 300 warga di Dusun Tebon, Desa Sumberagung, Kecamatan Rejotangan, Tulungagung, untuk mengantre air.
Sebuah sumur yang berada di kawasan Gunung Wilis menjadi tumpuan mereka setiap hari untuk kebutuhan memasak dan mandi. "Seluruh sumur telah kering," kata Sutikno, warga setempat.
Kondisi ini menyulitkan mereka hingga waktu yang tidak diketahui mendatang. Selain antre, mereka juga menempuh perjalanan jauh dengan motor untuk membawa jeriken. Hal ini dikarenakan suplai air bersih dari pemerintah tak kunjung tiba di kawasan itu.
HARI TRI WASONO
Berita terpopuler lainnya:
Identitas Mayat di Tol Pondok Aren Terkuak
Fauzi Bowo ''Siram'' 1.000 Nelayan dengan Jamkesda
FBR dan Kelompok Banten Nyaris Bentrok
Rencanakan Mogok Nasional, Buruh Temui Kapolda
Perampokan di Cipinang Terkait dengan Terorisme?