TEMPO.CO, Blitar - Puluhan jurnalis di wilayah Karisidenan Kediri (Kediri, Blitar, dan Tulungagung) berunjuk rasa mengecam penganiayaan dua wartawan oleh sekelompok massa saat melakukan peliputan kemarin. Hingga kini polisi masih kesulitan melacak identitas pelaku yang diduga preman bayaran.
Unjuk rasa para jurnalis ini dilakukan aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri dan Persatuan Wartawan Indonesia di halaman Studio Rajawali TV (RTV) Blitar Jalan Sudanco Supriyadi, Blitar. Mereka menggelar orasi sambil membentangkan poster berisi kecaman atas kekerasan jurnalis yang menimpa reporter RTV Elis Faizin, 39; dan Khoirul Huda, 37, reporter Surabaya TV.
"Ini premanisme yang luar biasa," kecam Yusuf Saputro, Ketua AJI Kediri dalam orasinya, Rabu, 29 Agustus 2012. Yusuf menganggap insiden itu sebagai tragedi kebebasan pers di mana para preman menganiaya secara membabi-buta terhadap dua wartawan yang tengah melakukan kerja jurnalistik.
Keduanya dihajar sekelompok orang saat meliput unjuk rasa petani di Desa Karangrejo, Kecamatan Garum, Blitar, Selasa 28 Agustus 2012. Saat itu, Khoirul dan Elis bersama rombongan wartawan lainnya tengah meliput unjuk rasa petani yang menolak penebangan lahan tebu. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan massa yang diduga preman bayaran.
Saat korban hendak mengambil gambar massa tersebut, mereka langsung menyerang membabi buta dengan kayu dan batu. Khoirul yang sempat menderita pukulan kayu di kepala berhasil melarikan diri, sedangkan Elis menjadi bulan-bulanan setelah terjatuh. Keduanya akhirnya lolos setelah lari dan bersembunyi di rumah warga.
Seusai berunjuk rasa, para jurnalis mendatangi markas Kepolisian Resor Blitar untuk mempertanyakan tindak lanjut pengusutan kasus itu. Paska penganiayaan tersebut, korban telah melaporkan hal itu ke polisi dengan dilengkapi visum dan bukti penganiayaan.
Wakil Kepala Polres Blitar Agussetiyanto mengatakan polisi telah memeriksa enam orang saksi dari massa tersebut. Saat ini belum diketahui secara pasti siapa pelaku penganiayaan tersebut. "Saksi-saksi yang kami panggil belum menunjuk pelaku," katanya.
Agus menegaskan untuk sementara polisi akan menerapkan Pasal pidana dalam penyidikan ini. Namun jika nantinya ditemukan pelanggaran kebebasan pers akan dijerat pula dengan Undang-Undang Pers. Sayangnya, Agus menolak berkomentar soal keberadaan preman tersebut. Menurut dia, polisi tidak berkepentingan menyelidiki status mereka meski keberadaannya sudah meresahkan.
HARI TRI WASONO
Berita lain:
Biaya Hidup Putin Rp 20 Triliun per Tahun
Carrefour Cabut dari Singapura Tahun ini
Gulingkan Presidennya, Wanita Togo Mogok Seks
Kenapa Ada Ritual Foto ''Maut'' Bergaun Pengantin
Mau Hadiahi KAI dan ASDP, Dahlan Takut Kualat