TEMPO.CO, Jakarta - Antropolog dari Universitas Airlangga, Bambang Boediono, mengatakan bahwa masyarakat Sampang, Madura, memang mempunyai budaya yang keras. Hal ini dipicu oleh kondisi geografis dan adat kehidupannya. "Ada tradisi carok di budaya mereka," kata Bambang ketika dihubungi Tempo, Senin, 27 Agustus 2012. Tradisi ini membuat gesekan antara warga kerap berujung bentrok fisik.
Bambang mengatakan iklim yang panas dan wilayah geografis Sampang yang kekeringan membuat warga di sana mudah tersulut emosi. Ditambah dengan tradisi carok—yakni tradisi bertarung menggunakan celurit karena alasan tertentu, biasanya harga diri—maka lengkaplah sumbu potensi konflik di Sampang yang bisa terbakar kapan saja.
Bambang mengatakan carok sering menjadi solusi terakhir dari perselisihan antarwarga Sampang. Kadang pertempuran ini akan melibatkan seluruh keluarga, bahkan seluruh warga kampung. Dalam tradisi Sampang sendiri, kata Bambang, ada kalimat yang menggambarkan tradisi carok, "Lakona daging bisa ejai’, lokana ate tada’ tmbana kajaba ngero’ dara”. Kalimat itu berarti "Daging yang terluka masih bisa dijahit, tapi jika hati yang terluka tidak ada obatnya, kecuali minum darah."
Oleh karena itu, Bambang berharap pemerintah, termasuk Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Gubernur Soekarwo, memperkuat langkah antisipasi untuk mencegah berlanjutnya aksi kekerasan ini. Pelaku dan pemicu kekerasan wajib ditindak tegas sebelum kekerasan lanjutan itu terjadi. "Jangan malah tunduk atau diam dengan kekerasan," kata Ketua Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Unair ini.
Pada Minggu pagi, 26 Agustus 2012, sekitar 200 warga anti-Syiah menyerbu permukiman milik komunitas Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karangayam, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Akibatnya seorang penganut Syiah meninggal akibat sabetan celurit dan empat lainnya kritis. Selain itu, sedikitnya 10 rumah penganut Syiah terbakar.
Aksi serupa pernah terjadi pada akhir 2011 silam. Saat itu kompleks pesantren milik penganut Syiah di Dusun Nangkernang, Kabupaten Sampang, pun dibakar massa. Musala, madrasah, asrama, dan rumah pemimpin Syiah Sampang, Tajul Muluk, nyaris ludes dilalap api.
Namun pelaku yang membakar kompleks pesantren itu, Musikrah, hanya dihukum tiga bulan. Sedangkan Tajul Muluk malah divonis dua tahun penjara karena penodaan agama.
SUNDARI
Berita terpopuler lainnya:
Politikus PDIP Akui Sebarkan Pesan Berantai Kebakaran
Pemain Liga Spanyol Ini Ingin Perkuat Timnas Indonesia
Marzuki Alie Minta Warga Terima Pemimpin Non Muslim
Soal Kebakaran, Tim Foke-Nara Laporkan Politisi PDIP
Iklan Tong Fang Masih Beredar
Selebaran Megawati, Tim Jokowi-Ahok Cuek
Rusuh Sampang, Gubernur Diminta Tanggung Jawab
Tim Jokowi Minta Polisi Usut Video Koboy
Ibunda Pemimpin Syiah Sampang Kritis
Sepuluh Rumah Penganut Syiah Sampang Dibakar