TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tinggi menolak banding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada terdakwa kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia 2004 Nunun Nurbaetie. Penolakan banding itu berarti penguatan putusan pengadilan tingkat pertama, dalam hal ini Tipikor.
“Putusan pengadilan tingkat pertama dinilai sudah tepat,” kata Juru Bicara Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Ahmad Sobari saat dihubungi Tempo, Rabu, 22 Agustus 2012.
Ahmad mengatakan, berdasarkan putusan pengadilan Tipikor, negara memang tidak dirugikan sehingga Nunun tidak perlu membayar Rp 1 miliar kepada negara. “Uang itu adalah suap, sehingga negara tidak dirugikan,” katanya.
Kuasa Hukum Nunun, Ina Rahman, mengatakan KPK meminta agar Nunun diharuskan membayar Rp 1 miliar, yang merupakan pencairan cek perjalanan. “Artinya klien kami tidak diwajibkan membayar Rp 1 miliar kepada negara,” katanya.
Mei lalu, Nunun divonis penjara 2 tahun 6 bulan. Ia juga dikenai denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan KPK selaku jaksa yaitu penjara empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.
Menurut Ahmad, putusan hakim Tipikor yang menggunakan Pasal 5 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tepat. Ia mengatakan, ancaman pidana penjara dari pasal itu maksimal 5 tahun. “Jadi putusan 2 tahun 6 bulan itu dianggap adil,” ujarnya.
KPK menyebutkan istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun itu terbukti memerintahkan Arie Malangjudo, bawahannya di PT Wahana Esa Sejati, membagikan cek pelawat kepada anggota DPR periode 1999-2004. Cek itu adalah ucapan terima kasih karena Miranda Swaray Goeltom terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior BI 2004 dalam uji kepatutan dan kelayakan di Senayan, 8 Juni 2004.
GADI MAKITAN