TEMPO.CO, Yogyakarta- Wakil Ketua Komisi Penyiaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tri Suparyanto mengajak masyarakat untuk mewaspadai penggunaan media massa sebagai corong hubungan kemasyarakatan partai politik. Menurut dia, situasi pers saat ini memprihatikan karena banyak media tak lagi membawa suara masyarakat, tetapi suara partai.
Tri menyatakan ini dalam diskusi dan bedah buku Menapak Jejak Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia yang diselenggarakan oleh PPMI Dewan Kota Yogyakarta dan Tempo di Kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Senin 30 Juli 2012. Situasi ini, kata dia, disuburkan kepemilikan televisi oleh sejumlah tokoh yang berafiliasi ke partai politik. “Media jadi humas. Mahasiswa dan masyarakat mesti concern ke sana,” kata dia.
Ia mengajak masyarakat dan mahasiswa untuk kritis terhadap pers yang sudah jauh masuk ke dalam industri sehingga abai terhadap kepentingan publik. Itulah sebabnya, kata dia, masyarakat perlu memahami peta media massa. “Televisi apa milik siapa, dan membawa suara apa, harus dicermati,” kata salah seorang pendiri PPMI ini.
Soal isi buku sejarah PPMI, penulis Mohammad Fathoni menyatakan pers mahasiswa merupakan entitas yang berpotensi bisa menjadi dinamo penggerak masyarakat. Buku tersebut merupakan rekam jejak gerakan PPMI sejak hampir 20 tahun lalu, ketika berdiri pada Oktober 1992. “Buku ini saya harapkan bisa melengkapi dokumentasi pergolakan pada wadah pers mahasiswa,” kata dia.
SUNUDYANTORO