TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata turut khawatir dengan kekerasan yang terjadi pada kaum minoritas muslim Rohingya di Provinsi Rakhine, utara Myanmar. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa telah diperintahkan untuk aktif membantu menyelesaikan masalah ini. "Arahannya mencakup apa yang telah dan akan dilakukan Indonesia untuk membantu menyelesaikan masalah Rohingya ini," kata Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah, saat dihubungi, Ahad, 29 Juli 2012.
Menurut Faizasyah, Indonesia sudah berperan dalam membantu menyelesaikan masalah Rohingya tersebut. Indonesia telah menggunakan diplomasi bilateral dengan negara-negara terkait, juga melalui pendekatan multilateral, seperti melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). "Khususnya yang membawahi isu-isu hak asasi manusia. Sebenarnya sudah aktif, tetapi belum diketahui masyarakat," kata dia.
Isu ini juga akan dibicarakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi OKI di Jeddah, Arab Saudi, pada 14-15 Agustus 2012, bersamaan dengan pembahasan ihwal perang di Suriah. "Tetapi sayang, di saat bersamaan, juga sedang banyak kegiatan nasional, jadi mungkin (Presiden) agak sulit meninggalkan Tanah Air," Faizasyah menambahkan.
Desakan agar Indonesia aktif menyelesaikan masalah Rohingya di antaranya datang dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Partai Persatuan Pembangunan. Alasannya, Indonesia merupakan negara yang dituakan di ASEAN dengan jumlah muslim terbesar di dunia.
Dewan HAM PBB menyatakan, setidaknya 78 orang dilaporkan tewas sejak kerusuhan pecah pada Mei lalu. Selain itu, 1.200 orang dinyatakan hilang dan 80 ribu orang mengungsi di sekitar Kota Sittwe dan Maungdaw.
Diperkirakan, 800 ribu warga hidup di Rakhine, Myanmar. Setidaknya 200 ribu tinggal di Bangladesh. Mereka tidak diakui di kedua negara ini. Pemerintah Myanmar menolak mengakui warga etnis Rohingya yang dianggap sebagai imigran ilegal.
ARYANI KRISTANTI