TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti pada Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Hifdil Alim mengatakan, kasus korupsi yang melibatkan politikus Golkar akan berpengaruh negatif pada partai. “Partai politik apa pun, apalagi Golkar, kalau sampai ada petingginya yang tersangka, tentu menurunkan pilihan masyarakat pada partai,” kata Hifdil kepada Tempo, Rabu malam, 18 Juli 2012.
Sejumlah kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi memang menyeret politikus Golkar. Dalam kasus korupsi PON, misalnya, KPK menetapkan beberapa anggota DPRD Riau dari Golkar sebagai tersangka. Bahkan KPK kini menyelidiki keterlibatan Rusli Zainal, Gubernur Riau yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat Golkar.
Kasus lain yang menyedot perhatian publik adalah korupsi pengadaan Al-Quran di Kementerian Agama. Dalam kasus ini, KPK menetapkan dua tersangka, yaitu anggota Komisi Agama DPR, Zulkarnain Djabar, dan Dendy Prasetya, pengurus Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong, organisasi sayap Golkar.
Menurut dia, hukuman politik terhadap perilaku korupsi cepat atau lambat akan dirasakan oleh partai. Apalagi jika kasus tersebut sampai diekspose secara terus menerus oleh media. Masyarakat, kata Hifdil, saat ini sangat responsif terhadap isu korupsi, sehingga akan menurunkan kepercayaan masyarakat pada partai yang terjerat korupsi. “Teorinya begitu dan terjadi bagi semua partai.”
Semakin banyak kasus korupsi yang menyeret elite partai, semakin menunjukkan lemahnya proses kaderisasi dan rekrutmen di internal partai. Juga ada kecenderungan partai memanfaatkan jabatan dan posisi kadernya untuk mengeruk keuntungan bagi partai. “Ini kebiasaan buruk dalam pemberantasan korupsi.”
Terhadap kasus korupsi dalam satu bulan terakhir yang banyak menyeret kader Golkar, kata Hifdil, jika berlanjut akan semakin mengurangi dukungan masyarakat terhadap Golkar. Hal ini mulai terlihat dalam Pilkada DKI Jakarta. Dalam putaran pertama yang dilakukan 11 Juli lalu, pasangan yang diusung Golkar hanya mendapat suara kurang dari 5 persen. “Ini bentuk hukuman yang diberikan masyarakat pada partai yang tidak bisa bebas dari korupsi,” ujar Hifdil.
IRA GUSLINA SUFA