TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pencucian uang dari Universitas Trisakti, Yenti Ganarsih, mengatakan jika benar ada dana Rp 1 miliar yang diberikan oleh Muhammad Nazarudin kepada Zulkarnaen Djabar, maka kemungkinan besar ada indikasi gratifikasi atau pembagian keuntungan proyek terlarang. “Selain proyek Hambalang dan pengadaan Al-Quran, jangan-jangan ada proyek ilegal lain. Jika benar, maka itu bisa dikenai kejahatan dengan pemberatan,” ujar Yenti kepada Tempo, Kamis 5 Juli 2012.
Yenti menjelaskan, dalam hukum pidana, jika ada bermacam kejahatan dengan modus yang sama, maka tidak akan ada ampun. Hakim tidak boleh memberikan keringanan. “Karena ini bukan lagi corruption by need, ini corruption by greed,” kata dia. Keserakahan itu, menurut Yenti, jelas terlihat pada anggota Dewan yang cenderung korupsi bukan karena mereka bergaji kecil, tapi karena rakus.
Sebelumnya politikus Partai Golkar, Zulkarnaen Djabar, diduga pernah diberi Rp 1 miliar oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin. Pemberian duit kepada anggota Komisi Agama itu tercatat dalam pembukuan Yulianis, Direktur Keuangan Grup Permai milik Nazaruddin.
Zulkarnaen Djabar kini menjadi tersangka suap pengadaan Al-Quran di Kementerian Agama. Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan Zulkarnaen dan putranya, Dendy Prasetya, menerima suap dari proyek tersebut senilai Rp 4 miliar.
Yenti sendiri mengaku kecewa dengan kinerja KPK yang lambat. Menurut dia, KPK selalu tebang pilih dalam menyelesaikan kasusnya dan melihat hukum dengan kacamata hitam putih. “Jadi saya mohon kepada KPK untuk mau mendengarkan saran akademisi hukum karena kalian tidak bisa bekerja sendiri,” ujar dia.
ELLIZA HAMZAH
Berita lain:
Zulkarnaen Diduga Pernah Kongkalikong dengan Nazar
Apa Beda Modus Nazar dan Zulkarnaen?
Marzuki Alie: Al-Quran Dikorupsi, Dosanya Dobel
Kasus Al-Quran, Kementerian Agama Periksa Pejabat
Proyek Al-Quran, DPR Akui Dapat Jatah