TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah akhirnya menyepakati Rancangan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hal tersebut ditandai dengan penandatanganan draf RUU tersebut oleh perwakilan tiap fraksi di Komisi dengan Menteri Hukum dan HAM, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Sosial, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi di gedung DPR, Rabu, 27 Juni 2012.
"Jadi tanggal 3 Juli mendatang masuk rapat paripurna untuk mengesahkan rancangan undang-undang menjadi undang-undang," kata Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Aziz Syamsudin seusai penandatanganan.
Dalam rapat hari ini, pemerintah memaparkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Peradilan Pidana Anak. DPR pun mengajukan berbagai revisi menyempurnakan RUU tersebut. Hingga akhirnya seluruh fraksi dalam Komisi III menyetujui draf RUU tersebut.
Dalam RUU tersebut terdapat beberapa poin utama penyempurnaan dari Undang-Undang Peradilan Anak yang ada saat ini. Poin pertama, dalam peradilan anak, penegak hukum mengedepankan diversi atau proses yang telah diakui secara internasional sebagai cara terbaik dan efektif dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum.
Sebagai contoh, anak usia di bawah 12 tahun tidak bisa ditahan untuk pertanggungjawaban pidananya, tapi cukup mendapatkan pengarahan dari penegak hukum. Sementara untuk anak di atas 14 tahun bisa ditahan jika melakukan tindak pidana. Itu pun dilihat berat-ringannya pidana yang dilakukan.
"Tapi diutamakan rekonsiliasi dengan korban. Kecuali tindak pidananya ringan dengan kerugian yang tidak sesuai, maka penegak hukum bisa diputuskan langsung," kata Direktur Jenderal HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Harkristuti Harkrisnowo seusai sidang.
Kemudian dalam RUU tersebut juga mengatur pemisahan tempat tahanan anak dengan orang dewasa. Bahkan mengatur dibangunnya badan pemasyarakatan khusus anak di setiap provinsi.
Selanjutnya dibuat peradilan khusus untuk anak. Jadi disiapkan penyidik jaksa penuntut umum hingga hakim khusus untuk perkara pidana anak di setiap kabupaten/kota.
Untuk porsi hukuman untuk anak, masih menggunakan undang-undang yang lama, yakni Pasal 397 KUHP. Atau hanya dikenakan separuh dari hukuman pidana. "Tapi itu untuk anak yang melakukan tindak pidana berat," kata Harkristuti.
Terpenting, dalam RUU ini mengatur hukuman pidana bagi penegak hukum yang melakukan kelalaian atau kesalahan dalam kasus anak. Penegak hukum dapat diperkarakan secara hukum dengan hukuman maksimal dua tahun penjara.
INDRA WIJAYA