TEMPO.CO, Jakarta-Pemohon uji materi Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) berharap Mahkamah Konstitusi (MK) segera mengeluarkan putusan bulan Juni ini.
Sebab saat ini adalah masa penerimaan siswa baru. Akan lebih baik kalau MK sudah keluarkan keputusan, kata Jumono, salah satu pemohon uji materi, di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Rabu 6 Juni 2012.
Milang Ishak, juga pemohon uji materi, mengatakan predikat RSBI tidak menjamin kualitas alumni peserta didiknya. Program RSBI juga dinilai diskriminatif terhadap siswa miskin. Kami berharap MK bisa segera putuskan, katanya.
Adapun materi yang digugat ke MK adalah UU Sisdiknas pasal 50 ayat 3, yang mengatur tentang pembentukan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Pasal itu mengamanatkan pemerintah daerah maupun pusat untuk menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah di setiap jenjang pendidikan sebagai satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Sejak aturan tersebut disahkan, dalam waktu singkat, sekolah RSBI tumbuh bak jamur di musim hujan, di setiap kabupaten dan kota. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, pada 2012, di seluruh Indonesia setidaknya ada 1.300 sekolah RSBI untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), maupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Sekretaris Jendral FSGI, Retno Listyarti, mengatakan sekolah-sekolah berpredikat RSBI menarik biaya lebih mahal dari sekolah non RSBI. Biaya tambahan tetap ditarik meski sekolah tingkat SMP Negeri dan SD Negeri mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
SD berpredikat RSBI umumnya menarik biaya bulanan Rp 175-250 ribu per bulan. Belum termasuk biaya masuk sekolah yang bisa mencapai Rp 6-7 juta. Sementara untuk SMP bisa ditarik Rp 300-750 ribu per bulan, belum termasuk biaya masuk awal. "Sementara SD dan SMP non RSBI tidak ditarik biaya tambahan," kata Retno.
ANANDA BADUDU