TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menghentikan penyidikan kasus korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum. Surat penghentian penyidikan atau SP3 terhadap salah satu tersangka kasus ini, yaitu mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan dua tersangka lain: Hartono Tanoesoedibjo dan Ali Amran Jannah, sudah diteken Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.
"Kasus ini kami hentikan penyidikannya. Kami tak menemukan cukup bukti dalam perkara ini," kata juru bicara Kejaksaan Agung, M. Adi Toegarisman, saat ditemui di kantornya, Kamis, 31 Mei 2012.
Menurut Adi, tidak dilanjutkannya penyidikan kasus ini bisa dilihat dari putusan hukum para tersangka pada saat persidangan sebelumnya. Terutama setelah Hartono dan Ali Imron dalam kasasinya dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Karena itu, Kejaksaan yakin menyatakan proyek Sisminbakum merupakan kebijakan resmi pemerintah yang tidak dapat dinilai sebagai perbuatan pidana.
Pertimbangan jaksa yang lain adalah pungutan akses Sisminbakum bukan merupakan keuangan negara karena belum ada undang-undang yang menetapkannya sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). "Sudah jelas dalam perkara ini tidak ada perbuatan melawan hukum dan tidak ada kerugian negara," katanya.
Sementara itu, ada seorang tersangka yang ditetapkan bersalah dalam kasus ini, yaitu mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum, Syamsudin Manan Sinaga. Menurut Adi, Syamsudin terbukti menggunakan duit dari Sisminbakum untuk kepentingan pribadi.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri sebenarnya telah menetapkan sejumlah terdakwa. Misalnya, bekas Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Zulkarnain Yunus dan Romli Atmasasmita, serta Direktur PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Yohanes Waworuntu. Dalam putusan di Pengadilan Negeri, mereka dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dalam perkara korupsi Sisminbakum.
Perjanjian antara PT SRD dan Departemen Kehakiman menyatakan 90 persen pendapatan Sisminbakum masuk kas PT SRD dan sepuluh persennya masuk Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman (KPPDK). Dari sepuluh persen jatah KPPDK, 60 persennya untuk Dirjen AHU dan 40 persennya untuk pegawai KPPDK. Namun, dalam kasasinya, Mahkamah Agung membebaskan Romli dan Zulkarnaen.
INDRA WIJAYA