TEMPO.CO, Jakarta - Pilot Aleksandr Yablontsev hanya memiliki waktu selama 9,4 detik untuk menyelamatkan pesawat Sukhoi Superjet 100 dari malapetaka. Nyatanya, durasi 9,4 detik itu sangat singkat bagi pilot mana pun guna mengubah jalur terbang. Dan dengan laju 537 kilometer per jam, Yablontsev tak lagi sempat menaikkan Superjet yang tengah turun ke ketinggian 6.000 kaki.
Bum! Burung besi berbobot 45 ton itu menghantam tebing di mukanya. Berdasarkan luka tebing Gunung Salak, Jawa Barat, terlihat Superjet hampir mencapai puncak. Sayang, lambung kapal membentur karang hingga pesawat meledak di jurang sempit sedalam 800 meter.
Berdasarkan laporan Lembaga Antariksa dan Penerbangan, saat Sukhoi mengudara, di atas puncak Salak sedang melayang kumulonimbus: awan padat sepanjang delapan kilometer dan tinggi lima kilometer. Keberadaan kumulonimbus biasanya menandai kedatangan hujan disertai petir. Dan biasanya petugas Air Traffic Controller pada menara bandara akan melaporkan keberadaan awan ini ke semua pilot.
Menurut Muhammad Hisyam, pilot di Kementerian Perhubungan yang 12 tahun pernah menjadi petugas ATC Cengkareng, cara lazim menghindari kumulonimbus adalah terbang di atasnya. Cara itu pula yang disarankan petugas menara kontrol. “Menghindar dengan turun ke bawahnya itu jarang jadi pilihan,” kata Hisyam.
Pada saat Sukhoi berhadapan dengan kumulonimbus, pilot Yablontsev memilih turun ke bawah awan. Ia mengontak menara ATC Cengkareng dan meminta mengurangi ketinggian hingga 4.000 kaki. Sebab awan itu melayang 6.000 kaki di atas tanah. “Sedangkan tinggi Gunung Salak 7.254 kaki dan posisi pesawat ke gunung berjarak sekitar 14 kilometer,” kata Deputi Senior General Manager ATC Cengkareng Mulya Budi.
BAGJA HIDAYAT | PRAMONO | AFRILLIA SURYANIS | CORNILA DESYANA
Berita terkait:
Cerita Mantan Bos Merpati Lolos dari Maut Sukhoi
Beginilah Pembicaraan Pilot Sukhoi dan Petugas ATC
Curhat Pilot: ATC Ikut Menyelamatkan Pesawat
Soal Sukhoi, DPR Panggil Direksi Trimarga Rekatama
Centang-perenang Menara Pengawas Pesawat (ATC)