TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ahmadiyah Tasikmalaya, Nanang, berharap pemerintah dapat melakukan sosialisasi Surat Keputusan Bersama 3 Menteri tentang Jemaat Ahmadiyah Indonesia 9 Juni 2008. “Kami minta pemerintah sosialisasikan penafsiran SKB 3 Menteri agar semua jelas,” katanya saat dihubungi Tempo pada Jumat 20 April 2012.
Menurut Nanang, masih ada sekelompok organisasi massa yang salah menafsirkan surat itu. Perbedaan pengertian ini, kata Nanang, mengakibatkan tindakan anarkis massa seperti yang terjadi Jumat.
Berdasarkan surat itu, Ahmadiyah menafsirkan dilarang menyebarkan ajarannya, namun jemaat itu masih diperbolehkan untuk melakukan ibadah atau kegiatan keagamaan secara internal seperti salat lima waktu, salat Jumat, mengaji.
Sementara organisasi massa lain, seperti Front Pembela Islam, kata Nanang, menafsirkan berbeda. “Mereka (FPI) pikir kami tidak boleh melakukan kegiatan keagamaan apa pun. Padahal kan hanya tidak boleh menyebarkan,” ujar Nanang.
Karena pengertian yang berbeda, FPI menghalangi Ahmadiyah melakukan ibadahnya. Salah satu tindakan FPI ini adalah penyegelan secara sepihak pada Masjid Baiturrahim pada Kamis 12 April 2012. Ahmadiyah yang merasa tidak melakukan kesalahan, membuka kembali gembok dan palang pintu masjid itu. “Karena mereka nggak suka kami buka, mereka serang kami. Penyerangan ini sudah yang keempat kalinya,” kata Nanang.
Sebelumnya, Masjid Baiturrahim, milik jemaat Ahmadiyah yang berada di Kampung Babakan Sindang, Desa Cipakat, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dirusak massa pada Jumat sekitar pukul 10.00 WIB.
Akibat kejadian ini sejumlah fasilitas masjid mengalami kerusakan yang cukup parah. Massa merusak kaca, jendela dan pintu masjid dengan menggunakan tongkat kayu dan batu. Massa juga membakar karpet yang berada di dalam, namun berhasil dipadamkan.
MITRA TARIGAN