TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengkritik kampanye antirokok. Raja Yogyakarta menilai kampanye itu menyesatkan dan dilatarbelakangi kepentingan industri farmasi.
"Gencarnya kampanye antitembakau dan nikotin membahayakan kesehatan tidak lepas dari kepentingan industri farmasi berskala raksasa," kata Sultan saat meresmikan Mitra Produksi Sigaret di Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (2/4).
Ia mencontohkan, ujung dari kampanye itu adalah penjualan obat antirokok berupa permen, koyo, obat tetes, tablet, dan inhaler. Bahkan, tiga industri farmasi besar mengalokasikan US$ 750.000 untuk mendukung WHO’s Nicotine Replacement Therapy.
Menurut Sultan, berdasarkan berbagai penelitian, nikotin banyak manfaat secara medis. Ia mencontohkan, fungsi nikotin yang terkandung dalam tembakau mampu meningkatkan konsentrasi, kontrol syaraf motorik dan ambang batas rasa nyeri. Atau mudahnya, untuk pengobatan alzeimer dan parkinson. Masalahnya, nikotin tak bisa dipatenkan karena terkandung alamiah dalam tembakau.
Kampanye anti rokok, kata Sultan, bakal menyebabkan 10 persen pengangguran baru. Setiap 10 persen kenaikan pengangguran menyebabkan kematian naik menjadi 1,2 persen, serangan jantung 1,7 persen dan angka harapan hidup berkurang 7 tahun.
Sultan yang masih merokok pada usia 66 tahun ini menilai kehadiran Mitra Produksi Sigaret mendatangkan manfaat banyak bagi masyarakat sekitar dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Juga di sekitar pabrik muncul usaha produktif seperti toko-toko, pemasok, jasa angkutan, rumah pondokan dan aktivitas ekonomi lainnya. "Kami yakini akan menambah gairah ekonomi desa, menambah pendapatan asli daerah dan meningkatkan kesejahteraan warga sekitar,” kata dia.
MUH SYAIFULLAH