TEMPO.CO, Jakarta -- Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Oce Madril, meminta jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menyita harta kekayaan terdakwa kasus korupsi Wisma Atlet, Muhammad Nazaruddin "Poin penyitaan ini harus dimasukkan dalam tuntutan yang dibacakan jaksa siang ini," ujar Oce saat dihubungi, Senin, 2 April 2012.
Menurut Oce, penyitaan harta Nazar--sapaan akrab Nazaruddin--perlu disampaikan dalam tuntutan jaksa agar mendatangkan efek jera pada koruptor. Hal ini juga menunjukkan keseriusan Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan sanksi moral pada koruptor. "Ini upaya memiskinkan koruptor dan harus dilakukan," ujar Oce.
Dalam tuntutannya, Oce juga meminta agar jaksa KPK menyertakan poin bahwa Nazar telah menyalahgunakan wewenang sebagai pejabat negara karena ia melakukan korupsi saat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Nazar juga menjabat sebagai bendahara umum partai terbesar saat itu, yaitu Partai Demokrat.
Menurut Oce, selain hukuman badan, Nazar juga harus mendapat hukuman moral. Apalagi dalam pemeriksaan status hukumnya, Nazar cenderung tidak kooperatif dan menyulitkan proses persidangan. Jaksa juga diminta memberikan hukuman maksimal.
Hari ini, setelah melalui sejumlah tahapan persidangan, jaksa KPK menjadwalkan pembacaan tuntutan terhadap Nazar. Dalam kasus suap Wisma Atlet, Nazar terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. Jaksa KPK mendakwa Nazar menerima suap berupa cek Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah. Perusahaan pimpinan Dudung Purwadi itu menyetor komisi lantaran terpilih sebagai kontraktor proyek Wisma Atlet.
Dalam dakwaannya, jaksa menilai Nazar punya kuasa untuk menentukan Duta Graha sebagai pemenang proyek. Caranya adalah dengan meminta anak buahnya, Mindo Rosalina Manulang, berkoordinasi dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga, yakni Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam. Dalam perkara ini, Mindo divonis 2 tahun 6 bulan penjara. Adapun Wafid dijatuhi 3 tahun penjara.
IRA GUSLINA SUFA