TEMPO.CO, Purwokerto - Aksi pemukulan yang dilakukan aparat kepolisian di Banyumas saat mengamankan aksi mahasiswa yang menolak kenaikan harga bahan bakar minyak berbuntut panjang. Mahasiswa korban pemukulan meminta Kepala Kepolisian Resor Banyumas AKBP Dwiyono meminta maaf atas tindakan anak buahnya yang menyebabkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka.
“Kami sangat menyesalkan tindakan-tindakan penyerangan yang dilakukan oleh polisi. Kami tidak melawan tapi malah dipukuli,” kata juru bicara Gerakan Mahasiswa Purwokerto, Irfan Faturrahman, Senin, 2 April 2012.
Irfan mengatakan, sebelumnya mahasiswa berencana mengakhiri aksinya pada pukul 17.30, Jumat, 30 Maret 2012 lalu. Saat negosiasi berlangsung, aparat kepolisian berpakaian preman justru mendorong demonstran, memukuli, lalu menangkap mereka. Menurut Irfan, ada 17 demonstran yang ditangkap pada aksi itu.
Selain melakukan pemukulan di lokasi aksi, polisi juga terus memukuli demonstran saat dibawa dengan truk menuju markas Polres Banyumas. Pemukulan itu, kata Irfan, membuat tiga demonstran harus dirawat di rumah sakit. Satu di antaranya hingga kini masih menjalani rawat inap. “Saya mendapatkan 10 jahitan di kepala,” kata Antonius Fendi, Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Repoblik Indonesia.
Ketua Divisi Perempuan Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah Purwokerto, Dwi Setiyowati, mengatakan salah satu anggotanya sempat ditendang aparat saat pemukulan brutal terjadi. “Tapi yang lebih menyakitkan, mereka melontarkan kata-kata kotor seperti pelacur dan lainnya,” kata dia.
Selain menuntut Kapolres minta maaf melalui media massa, mereka juga meminta alat-alat demonstrasi milik mereka dikembalikan. Selain pengeras suara, sejumlah bendera juga disita polisi.
Saat dikonfirmasi, Dwiyono menyesalkan tindakan pemblokiran rel kereta api yang dilakukan mahasiswa. “Pemblokiran memang tidak bisa dibenarkan sebab itu menyangkut kepentingan umum,” katanya. Menurut dia, tindakan aparat sudah sesuai prosedur. Saat terjadi bentrokan, kata dia, polisi hanya mencoba memisahkan aksi dorong antara mahasiswa dengan petugas keamanan PT. KAI Daops V Purwokerto.
ARIS ANDRIANTO