TEMPO.CO, Jakarta - Dari kawan menjadi lawan, begitulah hubungan antara Muhammad Nazaruddin dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Semula, kata Nazar, ia menilai Anas sebagai seorang kawan baik. Tapi belakangan ia merasa penilaiannya salah.
"Ternyata saya salah menilai ini orang," kata Nazar saat diperiksa sebagai terdakwa kasus suap Wisma Atlet Jakabaring di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu 28 Maret 2012.
Nazar mengaku mengenal Anas pada 2005, saat sama-sama bergabung ke Partai Demokrat. Sebelumnya Nazar adalah kader Partai Persatuan Pembangunan. Adapun Anas masih berstatus anggota Komisi Pemilihan Umum. Berkawan dekat di partai, keduanya sepakat mendirikan perusahaan bersama, PT Berkah Alam Berlimpah, pada 2006.
Pada 2007, Anas bergabung ke PT Anugerah Nusantara. Saat itu mayoritas saham perusahaan yang berkantor di Casablanca, Jakarta Selatan, itu masih dikuasai Nazar. Namun kemudian sebagian saham Nazar dibeli Anas, sehingga kepemilikan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan itu beralih ke Anas.
Nazar sendiri memutuskan keluar dari PT Anugerah pada Juni 2009. "Keluarnya saya diputuskan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Setelah keluar, saya enggak pernah tahu apakah ada RUPS yang menyatakan Mas Anas keluar," kata bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu.
Hubungan keduanya bertambah dekat saat pada tahun yang sama Nazar dan Anas sama-sama terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Di Senayan, Anas menjabat Ketua Fraksi Demokrat, sedangkan Nazar menjabat Bendahara Fraksi dan anggota Badan Anggaran dari Komisi Hukum. "Saya hampir setiap hari ke ruangan Mas Anas," ujarnya.
Di ruang Ketua Fraksi itulah Nazar dan Anas pernah membicarakan proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang, yang dananya diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010. Menurut Anas kepada Nazar saat itu, kompleks olahraga Hambalang harus dikondisikan cepat rampung karena proyek itu adalah "proyek mercusuar" berskala nasional.
Proyek Hambalang yang sempat mangkrak akhirnya digarap di era kepemimpinan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng oleh badan usaha milik negara PT Adhi Karya. Sertifikat tanah yang sempat jadi sengketa dengan pengusaha Probosutedjo juga mulus diurus di Badan Pertanahan Nasional.
Namun belum kelar proyek digarap, Nazar keburu ditetapkan sebagai tersangka kasus suap Wisma Atlet Jakabaring oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia pun akhirnya dipecat sebagai pengurus DPP Demokrat lewat surat yang ditandatangani Anas. Setelah itulah Nazar mulai beberapa kali memberi pernyataan yang menyerang Anas.
Dalam sejumlah kesempatan Nazar menyebut PT Adhi terpilih lantaran sanggup menggelontorkan duit miliaran untuk kepentingan pemenangan Anas sebagai Ketua Umum dalam Kongres Demokrat di Bandung, pada 2010. Soal ini sudah dibantah mentah-mentah oleh Anas. Ia bahkan mengklaim siap digantung di Monumen Nasional jika terbukti menerima duit seperti dituduhkan Nazar.
Terhadap tantangan Anas, Nazar menanggapi dingin. Ia menilai koleganya itu suatu saat nanti benar-benar akan digantung di Monas karena memang kecipratan komisi proyek Hambalang. "Pasti Anas kalau benar-benar yang seperti itu, dia akan digantung di Monas. Karena dia memang menerima," ujarnya.
ISMA SAVITRI
Berita lain
Anas: Kalau Korupsi, Gantung Saya di Monas
Ada Bukti Dhana Investasi di Proyek PT BPS
Twitter Heboh Soal Anas Siap Gantung Diri di Monas
Alex Noerdin Dituding Terima Duit Wisma Atlet
Indra Piliang: Anas Bertindak Tak Logis
Apa Peran Alex Noerdin di Proyek Wisma Atlet
Habibie Minta Widjojo Dimakamkan di Kalibata
3 Kali Ekspose, Anas Akan Diperiksa Soal Hambalang
Alex Noerdin Diganjal Wisma Atlet?
PPATK Bantah Sebut Rekening Dhana Rp 60 Miliar