TEMPO.CO, Surabaya - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menegaskan dirinya tak akan bersedia jika dicalonkan menjadi presiden RI. Apalagi proses pemilu di Indonesia yang masih berbiaya tinggi menjadikan demokratisasi hanya sebatas ajang money politic.
"Saya sudah bersyukur jadi Presidennya Muhammadiyah," kata Din ketika menggelar pertemuan pers di Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Minggu 19 Februari 2012.
Din mengaku bersyukur karena mampu memimpin Muhammadiyah hingga dua periode. Apalagi saat ini dia juga sudah menjabat sebagai Presiden Konferensi Asia Agama dan Perdamaian (ACRP) serta Wakil Presiden Konferensi Dunia Agama dan Perdamaian (WCRP).
Menurut Din, politik praktis bukanlah domain Muhammadiyah. Meski begitu, muhammadiyah tak mungkin tinggal diam untuk memberikan pandangan terkait dengan negara. Apalagi Muhammadiyah merupakan organisasi besar dan bagian dari kelompok aspirasi riil dengan jumlah massa yang besar.
Dalam hal ini Muhammadiyah akan terus mendesakkan politik bernilai tinggi serta mencerminkan moral agama amar makruf dan nahi mungkar. "Saya dengar untuk pemilihan bupati saja minimal habis Rp 25 miliar, itu kan gaji lima tahun tidak sampai sekian. Dulu kampanye pemilihan presiden putaran terakhir di Gelora Bung Karno saja juga habis Rp 25 miliar, tentu ini akan mendorong praktek KKN," kata dia.
FATHURROHMAN TAUFIQ