TEMPO.CO, Jakarta - Ria Hoiriah Irsyadi, pengacara mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, merasa heran dengan penetapan kliennya sebagai tersangka di kasus tindak pidana pencucian uang. Penetapan ini terkait pembelian saham pada penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) PT Garuda Indonesia.
"Kasus pokoknya saja dalam tindak pidana korupsi belum terbukti, bagaimana bisa dijadikan tersangka di kasus tindak pidana pencucian uang," kata Ria ketika dikonfirmasi oleh Tempo, Senin, 13 Februari.
Komisi Pemberantasan Korupsi baru saja menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka kasus pencucian uang. Nazaruddin diduga menyembunyikan hasil tindak pidana dengan modus pembelian saham. Dia disangka dengan Pasal 12a atau Pasal 12 b, subsider Pasal 5 ayat (2), subsider Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Dan Pasal 3 atau Pasal 4, subsider Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Pencucian Uang.
"Penetapan tersangka MN (Muhammad Nazaruddin) diduga berkaitan dengan dana PT DGI (Duta Graha Indah). Uang (pembelian saham) itu diduga hasil tindak pidana yang dikamuflase," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP.
Nazaruddin adalah terdakwa kasus suap Wisma Atlet di Jakabaring, Palembang. Dia diduga menerima suap sebesar Rp 4,3 miliar dari proyek berbiaya Rp 191 miliar itu. Kasus ini sedang bergulir di persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Pada kasus yang sama, KPK juga telah menetapkan anggota Badan Anggaran DPR, Angelina Sondakh, menjadi tersangka. Ada lagi tiga orang telah dipidana bersalah oleh pengadilan. Ketiganya adalah Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga non-aktif Wafid Muharam, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang, dan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah Muhammad El Idris.
Ria mengatakan belum mengetahui persoalan itu sehingga kliennya dijadikan tersangka di kasus pencucian uang. Dia berujar, pasal pidana pencucian uang diberlakukan ketika tindak pidana korupsinya terbukti. Namun kliennya belum terbukti bersalah di kasus korupsi Wisma Atlet.
"Kami akan lihat dulu seperti apa alasan KPK menjadikan klien kami sebagai tersangka," ujarnya. Adapun Johan mengatakan, penetapan tersangka terhadap Nazaruddin berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup.
IPO Garuda dibuka pada Februari 2011 lalu. Pada IPO ini, Garuda menawarkan sebanyak 6,335 miliar saham. Sebanyak 3,008 miliar saham atau setara dengan Rp 2,25 triliun di antaranya harus diserap oleh lembaga penjamin pelaksana emisi atau joint lead underwriters. Ada tiga lembaga penjamin IPO Garuda kala itu adalah PT Bahana Securities, PT Danareksa Sekuritas, dan PT Mandiri Sekuritas.
Pertama kali Garuda melantai di Bursa Efek Indonesia, harga perdana yang ditawarkan sebesar Rp 750 per lembar. Namun langsung turun sekitar 17,33 persen menjadi Rp 620 per lembarnya.
Pada dokumen pemeriksaan yang diperoleh Tempo, Nazaruddin mengeluarkan Rp 300 miliar untuk membeli saham Garuda melalui Mandiri Sekuritas. Nazaruddin juga mengeluarkan fee Rp 850 juta kepada Mandiri Sekuritas. Nazaruddin membeli saham itu melalui lima perusahaan yaitu PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawaja Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan.
RUSMAN PARAQBUEQ
Berita Terkait
Ada Dokumen Aksi Nazar Borong Saham Garuda
Kicauan Yulianis tetang Nazar dan Saham Garuda
Nazar Jadi Tersangka Pencucian Uang
Nazar Borong Saham Garuda Rp 300 Miliar
Nazar-Beli-Saham-Garuda-dari-Keuntungan-Proyek
Rosa Tak Tahu Nazar Borong Saham Garuda
Nazar 'Nyaris' Borong Saham Mandiri Rp 1 Triliun
Borong Saham Garuda, Nazar Bisa Dijerat Pencucian Uang
Petualangan Nazaruddin
Blakblakan Nasir: Nyawa pun Saya Kasih untuk Nazar