TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Berkas kasus sosiolog George Junus Aditjondro telah dilimpahkan polisi ke Kejaksaan Tinggi Yogyakarta. "Kami tinggal menunggu hasil penelitian dari Kejaksaan Tinggi. Berkas sudah dinilai lengkap atau belum," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Yogyakarta, Komisaris Besar Polisi Kris Erlangga Kris, di kantornya, Selasa 7 Februari 2012. Berkas itu dilimpahkan Januari lalu.
George dituding pendukung penetapan yang tergabung dalam Forum Masyarakat Yogyakarta melecehkan kerabat keraton dan masyarakat Yogyakarta. George memelesetkan kata "keraton" sebagai kera yang ditonton dalam diskusi di Universitas Gadjah Mada akhir tahun lalu.
Penyidik telah memeriksa sekitar 10 saksi, termasuk saksi ahli hukum pidana UGM Edward Omar Sharif Hariej dan ahli bahasa dari Balai Bahasa Yogyakarta Sri Nardiati. “Jika berkas dinilai tak lengkap kemungkinan apakah perkataan George itu kuat dianggap sebagai penghinaan,” kata Kris. George ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan penyebaran kebencian terhadap suatu kelompok. Polisi juga mengirim surat ke Imigrasi untuk mencekal George.
Tapi, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Yogyakarta Pramono Mulyo membantah pernyataan Kris. "Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) saja belum kami terima," kata Pramono kepada Tempo.
Sementara itu, George menolak menanggapi perkembangan kasusnya. "Saya butuh ketenangan dalam proses pengobatan," kata George kepada Tempo lewat telpon seluler. Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini mengaku sedang menjalani proses pengobatan di Jakarta usai operasi jantung tahun lalu.
Sejak diusir dari rumah kontrakan di Deresan, Yogyakarta, oleh kelompok pro-penetapan pada akhir tahun lalu, George terpaksa hidup nomaden dari satu hotel ke hotel lain. Dia mengaku kini menjadi tunawisma. "Sejak saat itu saya menjadi homeless (tuna wisma)," ujarnya kepada Tempo, Senin lalu.
George kini pindah ke Jakarta karena tak kuat menanggung biaya hotel. Dia menumpang di rumah kerabatnya. George berharap polisi bisa minta kepada tetangga di rumah kontrakannya agar dia bisa kembali. "Tinggal di rumah itu adalah hak asasi," katanya.
PITO AGUSTIN RUDIANA