TEMPO.CO, Denpasar - Aktivis Partai Amanat Nasional (PAN) Alvin Lie mengatakan kalangan warga Tionghoa harus berani terjun ke dunia politik praktis guna ikut menentukan masa depan bangsa. Bila tidak, mereka malahan akan jadi korban politik.
Menurut Alvin, menjadi warga Tionghoa yang lahir di Indonesia adalah sebuah takdir, tapi menjadi warga negara Indonesia adalah sebuah pilihan. “Kalau sudah memilih, kita punya hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang sama untuk ikut mengatur bangsa ini,” ujarnya, Sabtu 28 Januari 2012, dalam sarasehan "Membangkitkan Semangat Kebersamaan dalam Kebhinekaan" terkait dengan perayaan Imlek yang digelar Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Bali.
Satu-satunya jalan berpolitik yang telah diatur dengan undang-undang, menurutnya, adalah dengan bergabung pada salah satu partai politik. Parpol, kata dia, didesain menjadi saringan kader-kader politik dan sarana merancang dan mempengaruhi sistem politik. Diakuinya kondisi parpol saat ini memang belum cukup ideal, tapi harus ada keberanian untuk terlibat di dalamnya.
Politikus Tionghoa lainnya, Basuki Tjahaja Purnama--akrab dipanggil Ahok--menyatakan dibutuhkan energi ekstra bagi warga Tionghoa yang akan terjun ke dunia politik. “Ketika saya mengawali dengan membentuk partai, saya dianggap orang gila,” katanya.
Namun, setelah terpilih sebagai anggota DPRD, masyarakat di Bangka Belitung justru mendorongnya untuk maju ke pencalonan bupati karena praktek politik yang bersih dan transparan yang ditunjukkannya.
Ahok yang kini mencalonkan diri menjadi gubernur DKI menegaskan aktivitas politiknya adalah bagian dari kesadaran bahwa Indonesia adalah “kampungnya” sendiri. “Kita tidak mungkin pulang kampung karena di sinilah kampung kita,” ujarnya.
Ibarat membangun rumah, setiap tapak politiknya adalah sebuah tahap dalam membangun kesadaran sebuah bangsa bahwa warga Tionghoa juga adalah bagian dari pembangunan itu. “Kalau nanti saya jadi presiden, lengkaplah sudah atap kebangsaan kita ini,” ujarnya.
Ahok yang kini menjadi anggota DPR RI melalui Partai Golkar menegaskan politik praktis adalah ruang untuk menguji karakter seseorang. “Kalau di luar bebas saja berteriak-teriak, tapi apakah di dalam sistem masih bisa seperti itu,” ucapnya.
ROFIQI HASAN