TEMPO.CO, Surabaya - Tubuhnya kini tak setegap dan segagah dulu. Perutnya yang dulu rata kini membuncit. Namun, wibawanya sebagai bekas prajurit berpangkat Kopral Dua Korps Marinir masih kentara saat memimpin kawan-kawannya sesama tahanan Lembaga Permasyarakatan Kelas I Surabaya, Jawa Timur, kala baris-berbaris. Dialah Suud Rusli, terpidana mati kasus pembunuhan bos PT Asaba, Boedyharto Angsono, dan pengawalnya, Edy Siyep, di Jakarta Utara, pada 2003 silam.
Drama pelarian Suud dari tahanan sempat menghebohkan. Saat menanti eksekusi mati pada medio 2005 lalu, dia bersama rekannya sesama anggota Marinir, Syam Ahmad, melarikan diri dari Rumah Tahanan Militer Cibinong, Jawa Barat. Namun, pelarian mereka tak bertahan lama. Pada bulan yang sama, duo prajurit itu tertangkap dan dijebloskan ke Rumah Tahanan Militer Cimanggis.
Rupanya Suud dan Syam tak kapok. Lima bulan berselang, Suud kembali berkolaborasi dengan Syam mengakali sipir penjara. Keduanya berhasil kabur, namun lagi-lagi tak lama. Suud diringkus pada 23 November 2005 dan menghuni Lapas Militer Sidoarjo sebelum akhitnya dipindah ke Lapas Surabaya pada 2008. Ia kini ditempatkan di Blok D, area yang mendapat pengamanan lebih ketat. Adapun Syam tewas tertembak pada 17 Agustus 2007.
Ditemui di sela kegiatannya menjadi mentor para tahanan Lapas Surabaya--dikenal juga dengan sebutan Lapas Porong--Suud terlihat percaya diri. Sebagai instruktur program Admisi Orientasi (AO) di penjara terbesar Jawa Timur itu, Suud diharuskan melatih mental dan kedisiplinan narapidana baru di tahap orientasi.
Saat masa perkenalan yang biasanya berlangsung pada bulan pertama, napi menghuni salah satu sel lapas. Di sini Suud akan melatih kedisiplinan rekan barunya dengan olah fisik. "Saya selalu tekankan pada mereka, kita di sini (lapas) bukan orang jelek karena memang enggak ada orang yang jelek," ujar pria 43 tahun itu.
Menghujani napi dengan latihan fisik kedisiplinan dan motivasi spiritual menjadi kebanggaan tersendiri bagi Saud. Paling tidak, kata dia, ia tak "menanti" eksekusi mati dengan sekadar mendekam di tahanan. Sejumlah petuah bijak pun sering dia berikan kepada rekan-rekannya. ”Saya katakan pada teman-teman, jangan pernah putus asa. Tiap permasalahan kalau ada niat baik, pasti ada jalan keluarnya.”
Suud, saat ditemui mengenakan setelan seragam training warna putih-biru, mengaku bahwa memberi bimbingan kepada napi sungguh tak mudah. Apalagi tiap napi punya latar belakang dan karakter berbeda-beda. Namun, ia menganggap semua itu tak menjadi kendala. Buktinya, banyak anak didiknya yang setelah digembleng satu jam tiap harinya kini sudah lihai baris-berbaris.
Setelah sukses mengajari napi dalam olah fisik, Suud kini mendapat amanah yang lebih berat. Ia dipercaya mengkoordinasi 17 orang napi menggarap proyek pembangunan kapal fiber untuk patroli perairan. Proyek itu adalah kerja sama Lapas Porong dengan Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Soal hukuman mati yang menantinya, Suud mengaku sudah ikhlas. Ia merasa semua hal di dunia, termasuk nasibnya, sudah diatur Tuhan. Tergantung dia sebagai manusia bisa sabar dan ikhlas dalam menyikapi garis takdir. "Saya berpikir positif saja. Sampai sekarang Tuhan kasih saya kehidupan, berarti Tuhan masih kasih saya kesempatan," ujarnya.
ISMA SAVITRI