TEMPO.CO, Jakarta - Kejanggalan dalam kematian kakak-adik di tahanan Kepolisian Sektor Sijunjung, Sumatera Barat, tak hanya terdapat pada tubuh mereka. Lembaga Bantuan Hukum Padang bahkan melihat adanya keterangan polisi yang berbeda-beda terhadap kematian Faisal dan Budri itu.
"Keterangan mereka sering berubah-ubah. Itu jadi indikasi adanya upaya menutup-nutupi kebenaran kasus ini," kata Direktur LBH Padang Vino Oktavia di kantor YLBHI, Rabu, 11 Januari 2012. Dia menggarisbawahi empat pernyataan yang paling jelas terlihat.
Pernyataan pertama terkait asal memar dan luka pada sekujur tubuh Faisal dan Budri. Pada keterangan dari polisi daerah Sumatera Barat pada 2 Januari 2011, dinyatakan keduanya murni bunuh diri dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan pada jenazah mereka.
Namun, pada 6 Januari, pernyataan tersebut berubah menjadi ada tindak kekerasan dari warga. Padahal, warga mengaku tidak menyakiti Faisal sedikitpun.
Pernyataan kedua terkait alat gantung diri. Pihak Polda Sumbar mengatakan bahwa alat gantung diri kedua anak itu adalah rangkaian pakaian yang terikat di teralis kamar mandi Polsek Sijunjung. Namun, pernyataan Mabes Polri malah menyatakan bahwa alat gantung dirinya adalah tali.
Pernyataan ketiga terkait penghentian kasus ini. Pihak Polres Sijunjung mengatakan bahwa kasus kematian Faisal dan Budri dihentikan. Namun, Mabes Polri memberikan pernyataan berbeda, kasus ini tidak pernah dihentikan.
Pernyataan terakhir terkait hasil forensik. Berdasarkan pernyataan Wakapolres Sijunjung Komisaris Eri Kurniawan Syah, hasil forensik tidak akan diberikan. Lagi-lagi, pernyataan tersebut dibantah oleh Mabes Polri yang menyatakan kalau hasil forensik nanti akan diperlihatkan.
"Kami telah meminta Komisi III DPR RI untuk segera memanggil Kapolri dan membentuk tim pencari fakta guna mengungkap kebenaran," ujar Vino.
Faisal Akbar, 15 tahun, dan Budri, 18 tahun, ditemukan tewas di dalam kamar mandi tahanan anak Polsek Sijunjung pada 28 Desember 2011 lalu.
ISTMAN MP