TEMPO.CO, Boven Digoel - Bandara Tanah Merah di Kabupaten Boven Digoel, Papua, dipalang puluhan warga, Selasa, 10 Januari 2012. Pemalangan sejak pagi pukul 10.00 WIT itu mengakibatkan jadwal penerbangan reguler pesawat perintis di wilayah itu terganggu.
“Ya benar, ada pemalangan, bukan penyanderaan pesawat. Warga memalang menggunakan kayu di landasan pacu sehingga itu mengakibatkan jadwal penerbangan terganggu, tapi aktivitas bandara tetap lancar dan aman,” kata Kepala Kepolisian Resor Boven Digoel, Ajun Komisaris Besar Polisi Jermias Rontini, Selasa siang, 10 Januari 2012.
Ia mengatakan warga menuntut pembayaran ganti rugi hak ulayat tanah Bandara Tanah Merah sebesar Rp 50 miliar. Tuntutan tersebut pernah disampaikan ke pemerintah pada 2011. “Jumlah massa ada sekitar 50 orang. Saat ini sementara pertemuan pemerintah daerah, DPRD dan pemilik tanah untuk menyelesaikan masalah. Ada negosiasi agar tuntutan bisa diturunkan,” ujarnya.
Pemalangan ini merupakan yang pertama sejak Kabupaten Boven Digoel berdiri pada 2002. Bandara Tanah Merah sendiri memiliki panjang landasan 1.050 meter. “Kejadian ini tidak membuat kondisi di Tanah Merah bergejolak, aman saja, tidak ada tindakan apa-apa dari massa, mereka hanya menyampaikan tuntutan,” katanya.
Makarius Taman, warga Tanah Merah mengatakan, pemalangan tersebut dilakukan karena pemerintah belum membayar ganti rugi lahan. “Ini kan sudah disampaikan pada pemerintah, tapi karena tidak ada jawaban, ya mereka palang bandara,” katanya.
Kabupaten Boven Digoel merupakan hasil pemekaran dari Merauke, bersamaan dengan sejumlah kabupaten lain di bagian selatan Papua, yakni Kabupaten Asmat dan Mappi.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Boven Digoel dikenal sebagai tempat pengasingan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia.
JERRY OMONA