TEMPO Interaktif, Samarinda - Sejumlah warga dari Kampung Muara Tae, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, Jumat, 23 Desember 2011, berunjuk rasa di depan rumah dinas Gubernur Kalimantan Timur.
Aksi dilakukan bersama aktivis sejumlah lembaga swadaya masyarakat serta warga yang menjadi korban penggusuran lahan tambang batu bara. Mereka meminta kepada Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak untuk melindungi warganya.
Kepala Kampung Muara Tae, Masrani Tran, mengungkapkan warga terancam kehilangan tanah ulayat atau tanah adat. Perusahaan kelapa sawit PT Munte Wani Jaya Perkasa (PT. MWJP), dengan izin konsesi 638 hektare, terus menggusur tanah adat yang dibekingi warga Dayak dari Kampung Ponak, kampung yang bersebelahan dengan Kampung Muara Tae.
Menurut Masrani, penggusuran tanah ulayat terjadi sejak 23 Oktober 2011. "Ini tanah ulayat. Kami menolak dijadikan lahan kebun kelapa sawit. Tapi PT Munte Wani Jaya Perkasa membebaskan tanah dengan membeli dari warga Kampung Ponak," paparnya.
Saat ini PT. MWJP terus melakukan aktivitas land clearing. Petugas perusahaan didampingi warga Kampung Ponak bersenjata lengkap dengan tombak. "Kami bukan tak berani. Tapi kenapa harus konflik dengan sesama warga. Kami minta gubernur mencabut izin perusahaan itu," ucap Masrani.
Ketika terjadi penggusuran pertama pada 23 Oktober 2011, menurut Masrani, nyaris terjadi bentrok antara warga Muara Tae dan warga Ponak. Saat berlangsung clearing lahan pada 28 Oktober, warga Muara Tae sempat melarang, tapi lagi-lagi mereka berhadapan dengan warga kampung tetangga. Puncaknya pada 7 November 2011, saat pertemuan di kantor Kecamatan Siluq Nguray, warga dari dua kampung yang berbeda itu sempat bersitegang. "Kami banyak mengalah," tutur Masrani. Warga Muara Tae tidak menginginkan ganti rugi, tetapi hanya minta PT. MWJP meninggalkan tanah ulayat mereka.
Masrani memaparkan bahwa tanah ulayat ditetapkan berdasarkan batas alam. Tanah seluas 638 ha itu berada di hulu Sungai Nayan Kampung, Muara Tae. Sedangkan warga Ponak bearada di hulu Sungai Kelawit yang masuk wilayah administrasi Kecamatan Siluq Nguray.
Turut serta dalam aksi unjuk rasa adalah warga Desa Bukit Pariaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, yang bersengketa dengan perusahaan tambang batu bara, PT Mahakam Sumber Jaya; warga Jenebora, Gersik dan Pantai Lango di Kabupaten Penajam Paser Utara; serta warga Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara yang juga masih berkonflik dengan tiga perusahaan tambang batubara yang ada di sekitar pemukiman warga.
FIRMAN HIDAYAT