TEMPO.CO, Jakarta -Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menyatakan kekerasan oleh polisi terhadap komunitas punk di Banda Aceh melanggar HAM. Pelanggaran HAM terjadi pada 10 Desember 2011 saat polisi membubarkan paksa acara musik gagasan dari komunitas tersebut. "Anak-anak tersebut sempat dipukuli dan dipaksa naik ke mobil polisi," ujar Azhar.
Tercatat 65 anak Punk ditangkap secara sewenang-wenang. Enam diantaranya adalah perempuan dan dua orang masuk kategori anak-anak. Penangkapan tidak disertai dengan surat resmi penangkapan oleh kepolisian. Haris Azhar mendesak Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak Indonesia untuk menyelidiki kasus ini. "Ada dugaan pelanggaran HAM secara berlapis," ujarnya.
Menurut Azhar, paska penangkapan, anak-anak tersebut tak diperlakukan sebagai tahanan yang bisa mendapatkan hak-hak mereka dalam KUHAP yakni bantuan hukum (pengacara) dan akses menghubungi keluarga. Ia menduga terjadi tindak kekerasan terhadap para tahanan. "Pihak kepolisian menutup diri dari kehadiran advokat publik dan beberapa LSM HAM," ujar Azhar.
Penangkapan dan penahan terhadap anak-anak punk Aceh ini bermula saat komunitas mereka menggelar acara musik. Acara ini dihadiri oleh komunitas punk dari Pulau Jawa, Sumatera dan Bali. Kegiatan ini kemudian dibubarkan oleh kepolisian yang bekerja sama dengan pihak satpol PP atas instruksi Walikota Banda Aceh. Pihak kepolisian menangkap puluhan anak-anak punk yang terlibat.
Menurut Haris, pembubaran dan penangkapan melanggar HAM antara lain, pembatasan kebebasan berekspresi, penangkapan secara sewenang-wenang, dan penyiksaan saat berada di tahanan.
MOHAMMAD ANDI PERDANA