TEMPO Interaktif, Bandung - Kementerian Pekerjaan Umum dan Tim Investigasi Nasional telah menemukan penyebab utama ambruknya Jembatan Mahakam II yang lebih dikenal sebagai Jembatan Tenggarong di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada 26 November lalu.
Menurut anggota Tim Investigasi dari Institut Teknologi Bandung, Bambang Boediono, penyebab utamanya adalah masalah pada clamp (klem) atau pengait kabel gantung dengan kabel utama jembatan. “Masalah klem itu ternyata bom waktu. Kami akan cari tahu di mana awal masalahnya,” katanya kepada Tempo, Kamis, 15 Desember 2011.
Petaka dipicu oleh klem nomor dua atau tiga dari menara (pylon). “Setelah clamp putus, jembatan langsung ambruk dalam waktu 20 detik,” ujar Bambang. Maka hari ini, pengusutan untuk mencari penanggung jawab kecelakaan itu mulai dilakukan. Fokus pengusutan dimulai dari pengait yang menjadi sumber bencana tadi. “Yang jelas, ada kesalahan teknis.”
Bambang menjelaskan, siang nanti akan diadakan rapat di kantor Kementerian Pekerjaan Umum yang dihadiri seluruh perencana, pembangun, dan pemelihara Jembatan Tenggarong bersama dengan konsultan masing-masing. Banyak yang harus diurai dari temuan Tim Investigasi Nasional yang terdiri para pakar dari Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya.
Selama dua pekan terakhir, Bambang menerangkan, tim berada di lokasi reruntuhan jembatan untuk mencari bukti-bukti dan fakta. Tim Investigasi menemukan klem lain dalam kondisi sudah berkarat, banyak luka lama, dan retak rambut. “Klem itu buatan dalam negeri,” ujarnya.
Jembatan Tenggarong roboh pada 26 November sekitar pukul 16.00 waktu setempat. Ambruknya jembatan ini di jam-jam sibuk menewaskan lebih dari 20 orang, sementara puluhan lainnya luka-luka. Jembatan sepanjang 710 meter itu dibangun sejak 1995 dan diresmikan pada 2001 dengan biaya mencapai Rp 150 miliar.
Soal dugaan korupsi, menurut Bambang, Tim Investigasi Nasional tak akan membahasnya. Namun, hasil pengusutan bisa dikembangkan untuk mengetahui siapa yang harus bertanggung jawab. “Bisa saja ada beda spesifikasi klem dari perencanaan dengan pelaksanaan pembangunan jembatan.” katanya.
ANWAR SISWADI