TEMPO Interaktif, Jakarta - Keputusan pengadilan tingkat pertama di Den Haag, Rechtbank's-Gravenhage, pada September 2011 lalu, yang memenangkan gugatan warga Rawagede, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, sontak menjadi perhatian banyak pihak. Sebab, kemenangan ini membuktikan pengakuan pemerintah Belanda akan adanya tindak kejahatan perang di Rawagede.
Meski begitu, ternyata kasus dugaan kejahatan yang dilakukan oleh tentara Belanda di Indonesia bukan hanya peristiwa Rawagede. "Ada 76 kasus," kata Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KKUB), Jeffry M. Pondaag, di Jakarta, Jumat, 9 Desember 2011.
Di antara kasus itu, ada di dalamnya peristiwa yang pernah terjadi di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Peristiwa itu kemudian dikenal dengan sebutan Westerling, yaitu pembunuhan ribuan rakyat sipil pada bulan Desember 1946 yang dilakukan oleh pasukan Belanda Depot Speciale Troepen pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling.
Menurut Jeffry, 76 kasus itu diungkap oleh sebuah yayasan di Belanda bernama Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie (NIOD). Yayasan ini mulanya bekerja atas permintaan pemerintah Belanda pada 1969. Direktur NIOD Cees Fasseur kemudian menyusun hasil kajiannya itu dalam bentuk buku. Namun "hasilnya sampai sekarang tidak juga ditindaklanjuti pemerintah Belanda," kata Jeffery.
Adapun kasus Rawagede juga termuat dalam buku yang disusun oleh sejarawan dari Universitas Leiden itu. "Kasus Rawagede tidak banyak ditulis di dalam."
Meskipun tak banyak ditulis dalam karya Cees Fasseur itu, KKUB bersama advokat berkebangsaan Belanda, Liesbeth Zevgeld, justru memiliki bukti yang kuat sehingga memenangkan gugatan sembilan warga Rawagede di pengadilan.
Pemerintah Belanda kemudian bersepakat untuk membayar ganti rugi kepada keluarga korban, masing-masing sebesar 20 ribu euro. Liesbeth Zegveld, di Hotel Nikko, juga mengaku kaget atas putusan itu. Dia berpendapat, kontroversi soal Rawagede menyadarkan masyarakat Belanda bahwa kejahatan yang dilakukan moyangnya pada masa lalu masih berdampak pada rakyat Indonesia di masa kini.
Peristiwa Rawagede itu terjadi pada 1947 ketika tentara Belanda mengeksekusi satu kerumunan warga yang jumlahnya mencapai 431 jiwa, terdiri atas pria dan bocah, di Rawagede--sekarang disebut Balongsari. Namun koran-koran pemerintah Belanda memperkirakan jumlah pria yang terbunuh hanya sekitar 150 orang.
Liesbeth mengatakan kasus Rawagede menjadi preseden terhadap kemungkinan korban lainnya menggugat pada peristiwa tindak kejahatan perang lainnya. Meski dia belum menyebut kasus berikutnya yang menyusul akan digugat ke pemerintah Belanda. "Saya tidak mau menyebutnya," kata Liesbeth. Jeffery yang dikonfirmasi pun enggan menyebutkannya.
RUSMAN PARAQBUEQ