TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan imbas krisis ekonomi global di Eropa bisa mempengaruhi banyak hal. Selain mempengaruhi harga pangan juga mempengaruhi harga minyak dunia.
Biasanya, kata SBY, harga minyak dunia langsung bergolak naik seiring dengan adanya isu krisis ekonomi global seperti tahun 2008 lalu yang mencapai harga US$ 145 per barel. Anehnya saat ini harga minyak dunia masih tetap di harga sekitar US$ 100 per barel. "Banyak faktor bisa karena ulah spekulan, sebagian dari trader (pedagang minyak global)," ujar dia di Istana Negara, Selasa 6 Desember 2011.
Harga minyak ini, kata SBY, tetap tak pasti mengingat adanya sentimen geo-politik dan situasi panas di Iran dan Afrika Utara serta di kawasan Timur Tengah. "Berita pagi ini, Iran mengancam kalau terus diembargo apalagi tidak boleh menjual minyaknya bisa tembus 200 dolar AS per barel. Kemudian di Libya yang gonjang-ganjing, sehingga produksi minyaknya turun," ujar SBY.
Faktor lainnya, karena negara produsen minyak tentu saja senang dengan harga minyak yang tinggi karena mereka ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. "Di era ini negara sering kalah dengan perusahaan multinasional. Ini kelemahan sistem kapitalis global," kata dia.
Sejauh ini, kata SBY, ada lima negara konsumen terbesar minyak di dunia, yaitu Amerika Serikat, Cina, Jepang, India, dan Rusia. Meski Indonesia tak masuk dalam lima besar ini, tetap saja keperluan minyak, listrik, dan sumber energi terus meningkat. "Sumber kita dulu lebih dari satu juta barel, sementara kebutuhan energi minyak terus meningkat. Dengan situasi seperti ini akan jadi masalah kalau gagal mengatasinya," ujar dia.
MUNAWWAROH