TEMPO Interaktif, Jakarta - Hingga bulan Desember, baru 22 provinsi yang telah menetapkan upah minimum provinsi untuk tahun 2012. Padahal, batas waktu penetapan--akhir November--sudah lewat.
"Sebelas provinsi yang belum (menetapkan upah minimum), rata-rata masih belum ada pembahasan di Dewan Pengupahan atau menunggu penetapan gubernur," ujar Kepala Humas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Suhartono, ketika dihubungi, Ahad, 4 Desember 2011.
Ke-22 provinsi yang telah menetapkan UMP 2012 yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Maluku, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Papua Barat.
Meski tidak ada pemberian sanksi atas keterlambatan penetapan, pemerintah terus mengupayakan agar daerah segera menyelesaikannya. Dalam penetapannya pun, kata Suhartono, daerah harus berhati-hati dengan mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, yakni pengusaha dan buruh.
"Konsep dan kebijakan upah minimum provinsi itu merupakan upah terendah yang diperuntukkan bagi pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun dan ini sebagai jaring pengaman sosial mereka," jelasnya.
Dalam mempertimbangkannya, komponen kebutuhan hidup layak (KHL) menjadi salah satu faktor selain produktivitas makro, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja, dan usaha yang paling tidak mampu. Nilai KHL tersebut, kata Suhartono, diperolah melalui survei yang dilakukan unsur tripartit dalam Dewan Pengupahan, yakni pemerintah, Apindo, serta buruh.
"Sehingga besaran nilainya merupakan hasil (kajian) bersama antara ketiganya. Ini harus sangat hati-hati mempertimbangkan kepentingan yang berhubungan dengan masalah pengupahan," imbuhnya.
Dihubungi terpisah, anggota Dewan Pengupahan Nasional, Said Iqbal, menyatakan, pemerintah maupun Dewan Pengupahan tidak memiliki kewenangan untuk menekan daerah yang belum menetapkah UMP. Sanksi bagi daerah yang terlambat menetapkan juga tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Padahal, menurutnya, buruh membutuhkan kepastian upah minimum yang baru.
Karena itulah, kata Said, pekerja mengajukan direvisinya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2005 yang mengatur 46 komponen KHL. Said menyatakan, perbedaan keinginan antara pengusaha dan buruh dalam penggunaan komponen KHL menjadi penyebab lambatnya penetapan UMP. "Sedangkan, menurut buruh, Permen yang ada sudah tidak bisa lagi penuhi kebutuhan real pekerja," tuturnya.
RIRIN AGUSTIA