TEMPO Interaktif, Garut - Vini Noviani, 33 tahun, guru Sekolah Dasar Negeri Kiansantang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, divonis 2 bulan penjara. Selain pidana penjara, hakim juga mewajibkan Vini untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000.
Guru honorer ini dijadikan pesakitan dalam kasus penganiayaan terhadap Ee Samsudin, pengembang perumahan yang membangun rumah Vini. “Perbuatan terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan penganiayaan,” ujar Ketua Majelis Hakim Aruminingsih di Ruang Sidang Garuda, Pengadilan Negeri Garut, Kamis, 17 November 2011.
Menurut dia, unsur penganiayaan yang didakwakan jaksa terhadap Vini telah terpenuhi. Perbuatan Vini terbukti melanggar Pasal 351 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana karena telah menyebabkan orang lain mengalami luka. Perbuatan itu dilakukan terdakwa dengan penuh kesadaran.
Dalam amar putusannya, hakim juga menolak pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya. Perbuatan Vini yang dinilai penasihat hukumnya hanya sebagai penganiayaan ringan seperti diatur Pasal 352 KUHP, tidak memenuhi unsur.
Hakim menilai pembelaan penasihat hukum itu hanya memperhatikan hasil visum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Guntur TNI AD Garut tanpa melihat fakta persidangan. “Dakwaan jaksa terpenuhi, apalagi pada Pasal 351 ayat 1 KUHP tidak diuraikan jenis penganiayaan,” ujar anggota majelis hakim, Teti Sulastri.
Hakim juga menyebutkan, hal yang memberatkan vonis terdakwa antara lain perbuatan Vini tidak memberikan suri teladan kepada para muridnya dan pernyataan Vini di persidangan berbelit-belit. Sementara hal yang meringankan di antaranya bersikap sopan selama persidangan dan memiliki anak yang masih kecil.
Penganiayaan yang dilakukan terdakwa terhadap korban itu dengan cara melempar segenggam pasir bercampur kerikil ke muka korban. Pelemparan yang dilakukan terdakwa itu menggunakan tangan dengan tenaga yang cukup besar. Akibatnya korban, Ee Samsudin, mengalami luka lecet di bagian lengan kiri dan luka benjol di dahi bagian kanan. Selain itu, korban juga mengalami pusing selama dua jam dan tidak bisa beraktivitas selama dua hari.
Peristiwa itu terjadi pada 6 Juni 2011 di rumah terdakwa yang beralamat di kompleks perumahan Bale Kembang, Kelurahan Kota Kulon, Kecamatan Garut Kota. Terdakwa bersama suaminya menghampiri korban yang sedang berada di depan rumah terdakwa. Karena kaget, tanpa sengaja korban mendorong terdakwa hingga terjatuh.
Vini, yang mengenakan kemeja putih dan rok serta kerudung hitam, tampak tekun menyimak persidangan. Usai persidangan, penasihat hukum Vini, Kusnadi, mengaku kecewa dengan putusan hakim. Alasannya karena putusan hakim tidak mempertimbangkan pembelaan terdakwa. “Hakim tidak membuktikan terlebih dahulu pembelaan kami, baik dari sisi pasal yang didakwakan maupun dari segi pidana lainnya. Kemungkinan besar kami akan banding,” ujar Kusnadi.
Jaksa penuntut umum, Regie Komara, enggan berkomentar terkait putusan majelis hakim. Namun dia mengaku akan pikir-pikir terhadap putusan tersebut. “Saya harus lapor dulu ke atasan apakah menerima atau banding terhadap putusan ini, yang jelas sekarang masih pikir-pikir,” ujarnya singkat.
Sebelumnya, ibu dua anak ini dijebloskan ke penjara oleh jaksa pada 19 September 2011 lalu, namun hakim Pengadilan Negeri Garut mengalihkan penahanan Vini menjadi tahanan kota pada 10 Oktober lalu. Kasus yang melilit guru honorer ini menyedot perhatian masyarakat Garut. Dukungan pun datang dari berbagai elemen masyarakat, termasuk Bupati Aceng H.M. Fikri.
SIGIT ZULMUNIR